Pengalaman indah cenderung ingin kita pertahankan sedangkan pengalaman menyakitkan, biasanya ingin dilupakan. Pertanyaannya benarkah ingatan memang bisa dikendalikan sesuai yang kita inginkan?
Beberapa pertanyaan itu menuntun para Ilmuwan Psikologi menelaah ingatan manusia. Faktanya ingatan kita memang punya keterkaitan bahkan mempengaruhi bagaimana kita merespon, berpikir, merasa dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan mengandalkan ingatan, kita menyerap informasi berupa resep dan proses memasak soto agar bisa menyajikannya untuk keluarga. Di sini kita bisa melihat betapa penting peran ingatan dalam kehidupan. Tanpanya kita tidak bisa belajar apa-apa, tanpanya hidup pasti jadi sangat berat. Contoh lainnya saat kita diajak jalan-jalan, merayakan ulang tahun, lulus, meraih prestasi, menikah dan sebagainya. Semua pengalaman istimewa itu umumnya ingin sekali kita abadikan dengan memotretnya.
Untuk apa kita melakukannya? Mengapa?
Ya, pengalaman tersebut menjadi bagian penting diri kita yang saat diingat kembali bisa memunculkan perasaan bahagia bahkan bermakna. Maka ingatan punya peran penting untuk membangun siapa kita dari masa ke masa. Di situlah kita punya keinginan untuk mempertahankan kenangan tentang perjalanan hidup yang sudah dilalui.
Contoh lain tentang pengaruh ingatan terhadap perilaku manusia bisa kita lihat pada pengalaman trauma. Seseorang betul-betul tidak mau melihat kolam renang. Baginya itu membangkitkan kenangan buruk saat ia di masa kecil pernah tenggelam beberapa detik dan merasakan ketakutan yang mendalam. Dalam kasus seperti ini umumnya manusia ingin sekali menghapus ingatannya sendiri karena ia menduga bahwa hilangnya ingatan spesifik terhadap suatu kejadian buruk akan memudahkan hidupnya di masa kini. Masalahnya bukankah kita sama-sama tahu bahwa melupakan tak semudah itu bisa dilakukan?
Mari kita telusuri beberapa konsep tentang ingatan untuk menemukan pemahaman!
Bagaimana Ingatan Terbentuk?
King (2016) menjelaskan bahwa ingatan atau memori diartikan sebagai penyimpanan informasi. Ingatan atau memori terjadi melalui tiga proses yaitu pengodean, penyimpanan dan mengingat kembali.
Pengodean adalah tahap saat informasi memasuki memori. Agar informasi bisa masuk dalam ingatan, ada beberapa upaya yang perlu dilakukan antara lain:
1. Atensi
Mengerahkan konsentrasi atau fokus terhadap sesuatu yang ingin kita ingat. Kita tidak bisa mengingat banyak hal dalam satu waktu. Diperlukan adanya kesengajaan untuk berkonsentrasi pada hal-hal tertentu atau kesan mendalam yang ditinggalkan oleh sesuatu untuk memicu perhatian sebelum akhirnya ia masuk ke dalam ingatan. Jika tidak, apa yang kita alami akan berlalu begitu saja.
Mengerahkan konsentrasi atau fokus terhadap sesuatu yang ingin kita ingat. Kita tidak bisa mengingat banyak hal dalam satu waktu. Diperlukan adanya kesengajaan untuk berkonsentrasi pada hal-hal tertentu atau kesan mendalam yang ditinggalkan oleh sesuatu untuk memicu perhatian sebelum akhirnya ia masuk ke dalam ingatan. Jika tidak, apa yang kita alami akan berlalu begitu saja.
2. Elaborasi
Menghubungkan apa yang ingin kita ingat dengan hal lain yang berkaitan. Contohnya saat ingin mengingat konsep tentang angsa, kita akan mengingat warna bulunya, tempat tinggalnya, makanannya, ciri-ciri khususnya dan sebagainya sehingga terbentuk serangkaian informasi seputar angsa.
Menghubungkan apa yang ingin kita ingat dengan hal lain yang berkaitan. Contohnya saat ingin mengingat konsep tentang angsa, kita akan mengingat warna bulunya, tempat tinggalnya, makanannya, ciri-ciri khususnya dan sebagainya sehingga terbentuk serangkaian informasi seputar angsa.
3. Perumpamaan
Menciptakan perumpamaan supaya lebih mudah mengingat sesuatu. Misalnya untuk mengingat deret angka tertentu kita mengubahnya menjadi gambar objek. 120 bisa diumpamakan menjadi seekor (1) bebek (2) sedang bertelur (0). Mengubah deret angka menjadi cerita bisa memudahkan kita mengingatnya.
Menciptakan perumpamaan supaya lebih mudah mengingat sesuatu. Misalnya untuk mengingat deret angka tertentu kita mengubahnya menjadi gambar objek. 120 bisa diumpamakan menjadi seekor (1) bebek (2) sedang bertelur (0). Mengubah deret angka menjadi cerita bisa memudahkan kita mengingatnya.
Setelah informasi dikodekan, berlanjut ke proses berikutnya yaitu penyimpanan. Ada tiga sistem penyimpanan memori yaitu:
1. Memori Sensoris
Penyimpanan ini dilakukan sangat sebentar. Kita menangkapnya dengan cepat dan melupakannya dengan cepat. Misalnya saat melihat seekor kupu-kupu lewat di depan mata, berpapasan dengan orang-orang, mendengar suara motor berseliweran dan sebagainya. Pengalaman-pegalaman indra yang sangat banyak itu dengan segera kita tangkap, segera pula kita lupakan.
Penyimpanan ini dilakukan sangat sebentar. Kita menangkapnya dengan cepat dan melupakannya dengan cepat. Misalnya saat melihat seekor kupu-kupu lewat di depan mata, berpapasan dengan orang-orang, mendengar suara motor berseliweran dan sebagainya. Pengalaman-pegalaman indra yang sangat banyak itu dengan segera kita tangkap, segera pula kita lupakan.
2. Memori Jangka Pendek
Umumnya informasi yang masuk ke penyimpanan ini tersimpan selama 30 detik (kecuali jika kita menggunakan strategi tertentu untuk menyimpannya lebih lama). Memori jangka pendek punya keterbatasan kapasitas sekitar 7-9 item saja. Bayangkan jika kamu membuat daftar belanjaan dengan jumlah barang mencapai 20 jenis, bukankah kamu merasa kesulitan mengingatnya? Bandingkan jika kamu hanya ingin membeli 3 benda, tentu kamu lebih mudah mengingatnya.
Umumnya informasi yang masuk ke penyimpanan ini tersimpan selama 30 detik (kecuali jika kita menggunakan strategi tertentu untuk menyimpannya lebih lama). Memori jangka pendek punya keterbatasan kapasitas sekitar 7-9 item saja. Bayangkan jika kamu membuat daftar belanjaan dengan jumlah barang mencapai 20 jenis, bukankah kamu merasa kesulitan mengingatnya? Bandingkan jika kamu hanya ingin membeli 3 benda, tentu kamu lebih mudah mengingatnya.
3. Memori Jangka Panjang
Inilah level penyimpanan informasi paling tinggi yang mana kita mampu mengingat informasi dalam jangka panjang bahkan seumur hidup. Memori jangka panjang dibagi menjadi dua yaitu memori eksplisit (ingatan yang diperoleh dari informasi yang dikumpulkan secara sadar, berupa fakta-fakta pada suatu kejadian) dan memori implisit (memori ketika perilaku dipengaruhi oleh pengalaman terdahulu tanpa pengumpulan kembali pengalaman itu secara sadar).
Contoh memori eksplisit adalah saat kita mengingat jalur/jalan yang harus ditempuh untuk menuju ke suatu tempat. Secara sengaja kita akan mengingat-ingat petunjuk yang ada di sepanjang jalur. Sedangkan contoh memori implisit adalah saat mengingat lagu yang berulang kita dengar, meski tak sengaja, ternyata lagu itu bertahan dalam ingatan kita.
Inilah level penyimpanan informasi paling tinggi yang mana kita mampu mengingat informasi dalam jangka panjang bahkan seumur hidup. Memori jangka panjang dibagi menjadi dua yaitu memori eksplisit (ingatan yang diperoleh dari informasi yang dikumpulkan secara sadar, berupa fakta-fakta pada suatu kejadian) dan memori implisit (memori ketika perilaku dipengaruhi oleh pengalaman terdahulu tanpa pengumpulan kembali pengalaman itu secara sadar).
Contoh memori eksplisit adalah saat kita mengingat jalur/jalan yang harus ditempuh untuk menuju ke suatu tempat. Secara sengaja kita akan mengingat-ingat petunjuk yang ada di sepanjang jalur. Sedangkan contoh memori implisit adalah saat mengingat lagu yang berulang kita dengar, meski tak sengaja, ternyata lagu itu bertahan dalam ingatan kita.
Setelah informasi disimpan, informasi akan dipanggil kembali saat dibutuhkan atau saat ada pemicunya. Proses terakhir itu disebut mengingat kembali (retrieval). Dalam mengingat kembali informasi, kita tak selalu mampu melakukannya dengan akurat.
Mungkin kamu pernah mengalami, saat ujian, kamu merasa sudah mempelajari sesuatu tetapi usaha kerasmu memanggil ingatan itu tak kunjung berhasil hingga waktu ujiannya habis. Mungkin kamu juga pernah berada dalam situasi saat bertemu seseorang lalu kamu ingat dia adalah temanmu di masa lalu, tetapi kamu lupa siapa namanya.
Hasil penelitian para ilmuwan menunjukkan bahwa manusia punya beberapa kecenderungan yang perlu kita pahami terkait dengan proses mengingat kembali informasi. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut.
- Kita cenderung mengingat item atau bagian yang terletak di awal dan akhir.
- Kita lebih mudah mengingat jika tersedia petunjuk terhadap suatu memori.
- Kita cenderung mengingat sesuatu secara khusus. Saat tampil dalam bentuk yang berbeda, kita belum tentu bisa mengingat kembali meski ingatan itu ada dalam pikiran kita. Contohnya saat kita tak mengenali seorang teman saat ia mengubah gaya rambut dan gaya berpakaiannya.
- Adanya reminiscence bump yaitu kecenderungan bahwa orang dewasa lebih mudah ingat kejadian pada saat berusia 20 tahun dan 30 tahunan dibandingkan dengan periode lain dalam kehidupan.
- Pengalaman yang melibatkan emosi mendalam bertahan lebih lama dan lebih akurat dibanding pengalaman lain dalam kehidupan sehari-hari.
- Pengalaman traumatis juga cenderung bertahan lama dan lebih akurat untuk diingat jika dibandingkan dengan pengalaman lain dalam kehidupan sehari-hari. Namun ada kemungkinan ingatan itu terdistorsi sehingga memungkinkan terjadinya kesalahan ingatan, seolah nyata padahal itu tidak pernah terjadi.
- Manusia bisa melakukan mekanisme pertahanan diri yang disebut dengan represi. Itu adalah mekanisme menekan/melupakan kejadian yang sangat tidak disukai atau dibenci. Meski demikian ingatan tentang kejadian yang direpresi tak pernah benar-benar hilang. Melupakan di sini artinya adalah kita tidak mengingatnya selama masa tertentu, bukan menghilangkannya dari ingatan. Artinya suatu hari ingatan itu bisa muncul kembali.
- Ingatan kita bisa terdistorsi sehingga kita tak bisa sepenuhnya langsung meyakini. Contohnya saksi mata dalam tindak kriminal yang salah menangkap warna mobil pelaku kejahatan karena terpengaruh oleh obrolan dengan sesama saksi atau akibat menonton tayangan di televisi.
Melupakan
Bisakah kita melupakan kenangan? Barangkali ada hal-hal buruk yang tak enak dikenang dan kita rasa tidak ada manfaatnya disimpan. Hal-hal seperti itu sangat mungkin memotivasi seseorang untuk melupakan. Bisakah kita melakukannya?
Para ilmuwan menjelaskan bahwa lupa bisa terjadi jika:
- Informasi sejak awal memang tidak pernah kita masukkan ke dalam ingatan jangka panjang (seperti wajah orang-orang di jalanan atau motor yang beralu begitu saja, tidak ada konsentrasi yang kita kerahkan untuk memprosesnya sehingga tak pernah masuk dalam ingatan jangka panjang).
- Gagal mengingat kembali. Ini bisa terjadi karena pengaruh waktu, alasan-alasan pribadi atau kondisi otak yang mengalami hambatan tertentu.
- Terjadinya interferensi yaitu saat ada informasi lain masuk ke ingatan dan itu justru mengganggu informasi yang sudah ada sebelumnya yang ingin kita ingat.
- Terjadi pemudaran yaitu saat kita jarang mengulang sesuatu, lama kelamaan ingatan itu lebih sulit kita panggil.
- Fenomena tip of the tongue yaitu saat kita yakin sekali mengetahui sesuatu tetapi sulit menyebutnya.
- Amnesia yaitu kehilangan memori yang disebabkan oleh adanya kerusakan bagian tertentu di otak.
Lupa secara keilmuan dimaknai sebagai kegagalan mengingat, bukan menghilangkan ingatan. Artinya jika kamu termasuk orang yang berharap bahwa ingatan tentang pengalaman menyebalkan itu bisa dilenyapkan, kamu mungkin akan makin dalam menanggung kekecewaan dan memperparah keadaan.
Kalau pun kamu merasa berhasil melupakan sebuah kejadian buruk dalam hidupmu, hingga lenyap dari pikiranmu, menurut Psikologi itu sebenarnya adalah mekanisme pertahanan diri. Dengan kata lain itu adalah upaya mengingkari kenyataan buruk yang pernah kamu alami. Tentu sisi baik dari pengingkaran itu adalah kamu sejenak bisa mengurangi kekhawatiran atau ketidaknyamanan yang kamu rasakan.
Masalahnya sampai kapan kita lari atau mengingkari? Bukan tidak mungkin ingatan itu datang kembali dan muncul sebagai hambatan bagi emosi kita sendiri di kemudian hari. Di sinilah kita perlu belajar menyelesaikan persoalan, belajar melepaskan bukan melupakan. Kita perlu belajar berdamai dan menerima apa yang pernah terjadi, bukan membenci dan mengingkari.
Referensi
King, A.L. (2016). Psikologi Umum sebuah Pandangan Apresiatif. Jakarta: Salemba Humanika.
0 comments:
Post a Comment