Monday, 11 May 2020

Psikologi Belajar: Mengubah Sebagian Dirimu

Photo by Aaron Burden on Unsplash
Belajar menjadi salah satu proses penting agar makhluk hidup, bukan hanya manusia, bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sejak bayi kita juga sudah belajar. Mulai dari belajar menirukan ekspresi wajah orang lain, beajar makan, belajar jalan dan seterusnya.

Selain meningkatkan kapasitas diri, ternyata beberapa fenomena penyimpangan juga terjadi melalui proses belajar, contohnya fobia. Rasa takut yang tidak masuk akan itu sering punya kaitan erat dengan peristiwa buruk yang memicu reaksi takut dan menghindar pada manusia.
Bagaimana itu bisa terjadi? Bagaimana psikologi belajar menjelaskannya? Yuk, simak informasi berikut ini!

Apa Artinya Belajar?

Belajar adalah perubahan perilaku yang sistematis dan cenderung menetap/permanen yang terbentuk karena pengalaman.
Manusia tidak tiba-tiba bisa mengendarai sepeda setelah lahir, kan? Begitu pula hewan seperti kucing. Ia tidak juga tiba-tiba bisa naik ke atas meja dan mengambil lauk ikan goreng yang ada di sana. Baik manusia maupun hewan mengubah dirinya melalui proses belajar.

Jenis-jenis Belajar

Dua jenis belajar yang akan dibahas di sini adalah belajar asosiatif (belajar dilakukan dengan membuat asosiasi atau hubungan antara dua kejadian) dan belajar observasional (belajar dilakukan dengan mengamati objek di luar dirinya).

1. Classical Conditioning (Pengondisian Klasik)

Inilah konsep yang menjadi temuan dasar untuk memahami bagaimana kita belajar. Classical conditioning adalah jenis belajar yang terjadi saat suatu stimulus menimbulkan respon yang biasanya secara alami ditimbulkan oleh stimulus lain.

Eksperimen Pengondisian Klasik
Proses itu pertama kali ditemukan oleh Ivan Pavlov melalui pengamatannya terhadap seekor anjing. Pavlov penasaran mengapa seekor anjing bisa mengeluarkan liur bukan hanya saat ia memasukkan bubuk daging ke dalam mulut anjing tetapi juga saat si anjing melihat benda-benda lain yang berkaitan dengan makanan.

Anjing itu bukan hanya berliur saat melihat bubuk daging (makanan), tetapi juga saat melihat dan mendengar objek lain yang berkaitan dengan makanan yaitu, melihat piring, melihat orang yang membawa makanan dan mendengar suara pintu menutup saat makanan tiba.    

Pada akhirnya Pavlov menemukan bahwa perilaku mengeluarkan liur pada anjing bisa dibagi menjadi dua yaitu yang terjadi secara alami/bawaan (refleks) dan yang terjadi karena dipelajari (perilaku sebagai efek belajar). Mengeluarkan liur yang terjadi secara alami adalah saat anjing melihat makanan. Sedangkan perilaku mengeluarkan liur yang terjadi akibat proses belajar adalah saat liurnya keluar ketika ada stimulus lain yang berkaitan dengan makanan.

Perilaku manusia juga demikian. Ada yang memang alami, tidak perlu diajari kita pasti bisa dan ada yang harus dipelajari dulu. Contoh perilaku yang otomatis/refleks (stimulus-respon) alami pada manusia adalah jika  tanganmu dipukul kamu pasti langsung menghindarkan tanganmu. Kamu tdak perlu diajari dulu bahwa kalau tanganmu merasakan sakit, tariklah atau jauhkanlah dari sumber rasa sakit.

Nah, dalam percobaannya bersama anjing, Pavlov membunyikan bel sebelum memberikan bubuk daging kepada anjing. Bel awalnya tidak punya pengaruh apa-apa terhadap anjing. Bel adalah stimulus netral.

Lama kelamaan anjing mulai mengasosiasikan/menghubungkan antara bel dengan makanan sehingga ia berliur jika mendengar bel. Dalam kondisi itu bel sudah menjadi stimulus yang dipelajari (stimulus terkondisi) dan keadaan berliur setelah mendengar bel disebut respon terkondisi.

Anjing yang berliur saat melihat makanan adalah perilaku alami/bawaan, sedangkan saat anjing berliur setelah mendengar bel adalah perilaku yang dipelajari (dibentuk dengan prinsip classical conditioning).

Prinsip pengondisian klasik adalah jenis belajar yang terjadi tanpa kesengajaan atau upaya individu yang jadi objeknya. Perilaku bisa timbul karena adanya dua stimulus yang muncul bersamaan  dalam waktu yang berdekatan dan konsisten. Jika tidak, respon terkondisi tak bisa terjadi.
Lalu bagaimana prinsip pengondisian klasik ini bekerja pada proses belajar manusia?

Pengondisian Klasik pada Manusia

Salah satu efek belajar dengan pengondisian klasik bisa dilihat pada manusia yang mengalami fobia. Contohnya seseorang sangat takut balon padahal itu sebenarnya bukan objek yang layak ditakuti.
Setelah ditelusuri ternyata dulu saat kecil ia punya penagalaman di mana teman masa kecilnya terluka parah akibat jatuh dan kepalanya terbentur batu saat berebut balon dengannya. Orang ini mengasosiasikan balon dengan bahaya dan kejadian mengerikan sehingga muncul respon rasa takut setiap melihatnya.

Contoh lainnya ada juga seseorang yang bisa mendadak sangat bahagia dan berbunga-bunga setiap mencium sedapnya aroma nasi pecel. Setelah ditelusuri ternyata ia punya pengalaman menyenangkan bersama nasi pecel. Suaminya dulu saat muda, menyatakan cinta dan memberikan cincin di warung pecel. Dalam kasus ini aroma pecel diasosiasikan dengan kebahagiaan yang tak biasa sehingga muncul perasaan sangat gembira.

Menghentikan Kebiasaan

Selain bisa digunakan untuk memunculkan suatu respon yang diinginkan, prinsip pengondisian klasik juga bisa digunakan untuk menghentkan perilaku. Itu disebut dengan counter conditioning (mengubah hubungan yang tercipta antara stimulus terkondisi dan respon terkondisi).

Contoh penerapan counter conditioning adalah memberikan suatu obat yang menimbulkan efek rasa mual di dalam minuman beralkohol untuk menghentikan kecanduan alkohol. Adanya rasa mual akan merusak hubungan antara alkohol dan rasa nikmat/senang yang basanya dirasakan.

Jika setiap minum alkohol (yang sudah dicampur obat tertentu) seseorang merasa mual, maka lama kelamaan alkohol tidak lagi diasosiasikan dengan kesenangan tetapi ketidaknyamanan. Akibatnya perilaku minum alkohol bisa berkurang bahkan hilang.

2. Operant Conditioning (Pengondisian Operan)

 Adalah bentuk belajar yang terjadi karena konsekuensi atas perilaku mengubah kemungkinan terjadinya perilaku itu. Contohnya saat kamu mencoba membeli baju di toko yang belum pernah kamu datangi sebelumnya, lalu kamu melihat di sana bajunya bagus-bagus dan murah.

Pengalaman bahwa baju di toko itu bagus dan murah akan meningkatkan kemungkinan kamu datang lagi ke sana lain waktu, kan?

Prinsip belajar dengan pengondisian operan diteliti oleh Skinner. Skinner membuat eksperimen dengan meletakkan seekor tikus di dalam kotak. Skinner memasang tuas di dalam kotak yang jika ditekan, nampan makanan tikus akan terisi.

Skinner pun mengamati tikus itu. Saat si tikus lapar ia akan mengeksplorasi kotak itu dan sesekali ia menekan tuasnya. Tiap tuas ditekan, tikus mendapatkan makanan. Seiring waktu tikus itu pun belajar bahwa menekan tuas punya konsekuensi positif yaitu makanan.

Maka konsekuensi positif yang berupa makanan akhirnya meningkatkan kemungkinan munculnya perilaku menekan tuas pada tikus.

Prinsip Penguatan  (Reinforcement) dalam Pengondisian Operan

Penguatan adalah sebutan untuk konsekuensi perilaku yang bisa meningkatkan kemungkinan munculnya perilaku. Ada dua jenis penguatan yaitu penguatan positif dan negatif.

Penguatan positif contohnya adalah memberikan ikan kecil untuk dimakan kucing yang berhasil melakukan gerakan tertentu yang dicontohkan pelatih. Pemberian ikan kecil akan meningkatkan kemungkinan kemunculan perilaku kucing bergerak sesuai perintah.

Pada manusia penguatan positif bisa terjadi seperti saat seorang anak dipuji setelah ia membereskan mainan yang berantakan. Pujian akan menguatkan anak itu untuk mengulangi perilaku merapikan mainan.

Sedangkan penguatan negatif adalah meningkatkanya frekuensi kemunculan perilaku karena diikuti oleh penghilangan sesuatu yang tidak menyenangkan. Contohnya adalah saat kamu merasa pusing, kamu minum obat. Obat itu menghilangkan rasa pusingmu. Maka lain waktu kalau kamu merasa pusing, kemungkinan kamu akan mengulangi lagi perilaku minum obat itu.

Modifikasi Perilaku

Prinsip pengondisian operan bisa diterapkan untuk mengubah perilaku manusia. Penerapan itu disebut modifikasi perilaku. Bagaimana contohnya?

Seorang anak mengerjakan PR tanpa diperintah. Ibunya memberi penguatan positf dengan membuatkannya pisang coklat kesukaannya dan menunjukkan senyum serta mengucapkan betapa bangga dirinya karena si anak bisa mandiri. Hal itu membuat si anak makin bersemangat mengerjakan PR. Lain waktu ia juga lebih mungkin memunculkan perilaku mengerjakan PR meski tidak ada yang menyuruh.

Contoh lainnya karyawan yang mencapai target penjualan di suatu perusahaan diberi penghargaan di hadapan teman-temannya. Ia pun merasa bangga dan penghargaan itu membuatnya semakin giat bekerja.

3. Oberservational Learning

Albert Bandura mengatakan bahwa tidak semua hal bisa kita pelajari dengan menerapkan prinsip pengondisian klasik dan pengondisian operan. Kedua prinsip yang mengandalkan trial and error  itu akan memakan waktu dan menghabiskan tenaga pada kasus-kasus tertentu.

Misalnya saat seorang anak ingin bisa berbicara dalam Bahasa Inggris, apakah cukup mengajarkannya dengan cara memukul-mukul lonceng, menghadirkan makanan kesukaan,  menyemangatinya atau memuji perilakunya? Tentu saja itu tidak akan efektif.

Albert Bandura mengungkapkan bahwa banyak kemampuan kompleks dipelajari manusia dengan memperhatikan orang lain yang lebih kompeten. Itulah yang disebut belajar dengan mengamati atau yang dikenal dengan istilah imitasi/pemodelan.

Albert Bandura membuat eksperimen yang dikenal dengan Bobo Doll Experiment. Dalam percobaan itu Bandura mengajak dua kelompok anak-anak menyaksikan perilaku orang dewasa di dua ruangan berbeda yang masing-masing sudah disediakan sejumlah mainan dan boneka Bobo.

Kelompok anak di ruang pertama melihat orang dewasa memainkan mainan lain dan mengabaikan boneka Bobo yang ada di sana. Sedangkan kelompok anak yang kedua, mereka menyaksikan orang dewasa yang memukul-mukul dan berkata kasar pada boneka Bobo.

Hasil eksperimen itu menunjukkan bahwa kelompok anak kedua, yang menyaksikan orang dewasa berperilaku kasar/agresif cenderung menunjukkan perilaku agresif juga saat mereka ditinggalkan di ruang tersebut bersama boneka Bobo.

Dalam kehidupan sehari-hari kita juga bisa dengan mudah mengamati, ada anak-anak balita yang jarang diajak bicara oleh orangtuanya tetapi setiap hari mereka menonton kartun yang mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu. Balita itu lalu menirukan bunyi-bunyi yang diperhatikannya di TV.

Contoh lainnya anak kecil perempuan yang sering melihat ibunya berdandan, akan berusaha meniru perilaku berdandan dengan berkaca lalu menggunakan gincu dan bedak.

Dari konsep-konsep yang sudah dipaparkan menjadi penting bagi kita untuk belajar mengendalikan setiap ucapan dan perilaku karena semua itu bisa berpengaruh terhadap orang lain, baik secara sadar maupun tidak.

Kita mungkin saja menyebabkan ketidaknyamanan, kemarahan atau ketakutan pada orang lain yang bisa dia bawa sepanjang hidupnya. Sebaliknya kita juga bisa berupaya menciptakan kebahagiaan dan mendorong semangat mereka. Kita punya kemungkinan mempengaruhi kemauan orang dalam belajar, bekerja atau berkarya. Kita juga bisa memberi contoh positif maupun negatif bagi terbentuknya perilaku mereka.

Dari konsep-konsep di atas kita juga bisa belajar bahwa apa yang sudah ada pada diri kita sebagian memang tidak bisa diubah (bawaan) dan sebagian lagi bisa diubah asalkan mau belajar. Jadi maukah Kamu mengubah dirimu menjadi lebih baik dengan belajar?

0 comments:

Post a Comment