Selain meningkatkan kapasitas diri, ternyata beberapa
fenomena penyimpangan juga terjadi melalui proses belajar, contohnya fobia.
Rasa takut yang tidak masuk akan itu sering punya kaitan erat dengan peristiwa
buruk yang memicu reaksi takut dan menghindar pada manusia.
Bagaimana itu bisa terjadi? Bagaimana psikologi belajar
menjelaskannya? Yuk, simak informasi berikut ini!
Apa Artinya Belajar?
Belajar adalah perubahan perilaku yang sistematis dan
cenderung menetap/permanen yang terbentuk karena pengalaman.
Manusia tidak tiba-tiba bisa mengendarai sepeda setelah
lahir, kan? Begitu pula hewan seperti kucing. Ia tidak juga tiba-tiba
bisa naik ke atas meja dan mengambil lauk ikan goreng yang ada di sana. Baik
manusia maupun hewan mengubah dirinya melalui proses belajar.
Jenis-jenis Belajar
Dua jenis belajar yang akan dibahas di sini adalah belajar
asosiatif (belajar dilakukan dengan membuat asosiasi atau hubungan antara dua
kejadian) dan belajar observasional (belajar dilakukan dengan mengamati objek
di luar dirinya).
1. Classical Conditioning (Pengondisian Klasik)
Inilah konsep yang menjadi temuan dasar untuk memahami
bagaimana kita belajar. Classical conditioning adalah jenis belajar yang
terjadi saat suatu stimulus menimbulkan respon yang biasanya secara alami
ditimbulkan oleh stimulus lain.
Eksperimen Pengondisian Klasik |
Proses itu pertama kali ditemukan oleh Ivan Pavlov melalui
pengamatannya terhadap seekor anjing. Pavlov penasaran mengapa seekor anjing
bisa mengeluarkan liur bukan hanya saat ia memasukkan bubuk daging ke dalam
mulut anjing tetapi juga saat si anjing melihat benda-benda lain yang berkaitan
dengan makanan.
Anjing itu bukan hanya berliur saat melihat bubuk daging
(makanan), tetapi juga saat melihat dan mendengar objek lain yang berkaitan
dengan makanan yaitu, melihat piring, melihat orang yang membawa makanan dan
mendengar suara pintu menutup saat makanan tiba.
Pada akhirnya Pavlov menemukan bahwa perilaku mengeluarkan
liur pada anjing bisa dibagi menjadi dua yaitu yang terjadi secara alami/bawaan
(refleks) dan yang terjadi karena dipelajari (perilaku sebagai efek belajar).
Mengeluarkan liur yang terjadi secara alami adalah saat anjing melihat makanan.
Sedangkan perilaku mengeluarkan liur yang terjadi akibat proses belajar adalah
saat liurnya keluar ketika ada stimulus lain yang berkaitan dengan makanan.
Perilaku manusia juga demikian. Ada yang memang alami, tidak
perlu diajari kita pasti bisa dan ada yang harus dipelajari dulu. Contoh
perilaku yang otomatis/refleks (stimulus-respon) alami pada manusia adalah jika tanganmu dipukul kamu pasti langsung menghindarkan
tanganmu. Kamu tdak perlu diajari dulu bahwa kalau tanganmu merasakan sakit,
tariklah atau jauhkanlah dari sumber rasa sakit.
Nah, dalam percobaannya bersama anjing, Pavlov
membunyikan bel sebelum memberikan bubuk daging kepada anjing. Bel awalnya
tidak punya pengaruh apa-apa terhadap anjing. Bel adalah stimulus netral.
Lama kelamaan anjing mulai mengasosiasikan/menghubungkan
antara bel dengan makanan sehingga ia berliur jika mendengar bel. Dalam kondisi
itu bel sudah menjadi stimulus yang dipelajari (stimulus terkondisi) dan keadaan
berliur setelah mendengar bel disebut respon terkondisi.
Anjing yang berliur saat melihat makanan adalah perilaku
alami/bawaan, sedangkan saat anjing berliur setelah mendengar bel adalah
perilaku yang dipelajari (dibentuk dengan prinsip classical conditioning).
Prinsip pengondisian klasik adalah jenis belajar yang
terjadi tanpa kesengajaan atau upaya individu yang jadi objeknya. Perilaku bisa
timbul karena adanya dua stimulus yang muncul bersamaan dalam waktu yang berdekatan dan konsisten.
Jika tidak, respon terkondisi tak bisa terjadi.
Lalu bagaimana prinsip pengondisian klasik ini bekerja pada
proses belajar manusia?
Pengondisian Klasik pada Manusia
Salah satu efek belajar dengan pengondisian klasik bisa
dilihat pada manusia yang mengalami fobia. Contohnya seseorang sangat takut
balon padahal itu sebenarnya bukan objek yang layak ditakuti.
Setelah ditelusuri ternyata dulu saat kecil ia punya
penagalaman di mana teman masa kecilnya terluka parah akibat jatuh dan
kepalanya terbentur batu saat berebut balon dengannya. Orang ini mengasosiasikan
balon dengan bahaya dan kejadian mengerikan sehingga muncul respon rasa takut
setiap melihatnya.
Contoh lainnya ada juga seseorang yang bisa mendadak sangat
bahagia dan berbunga-bunga setiap mencium sedapnya aroma nasi pecel. Setelah
ditelusuri ternyata ia punya pengalaman menyenangkan bersama nasi pecel.
Suaminya dulu saat muda, menyatakan cinta dan memberikan cincin di warung
pecel. Dalam kasus ini aroma pecel diasosiasikan dengan kebahagiaan yang tak
biasa sehingga muncul perasaan sangat gembira.
Menghentikan Kebiasaan
Selain bisa digunakan untuk memunculkan suatu respon yang
diinginkan, prinsip pengondisian klasik juga bisa digunakan untuk menghentkan
perilaku. Itu disebut dengan counter conditioning (mengubah hubungan
yang tercipta antara stimulus terkondisi dan respon terkondisi).
Contoh penerapan counter conditioning adalah
memberikan suatu obat yang menimbulkan efek rasa mual di dalam minuman
beralkohol untuk menghentikan kecanduan alkohol. Adanya rasa mual akan merusak
hubungan antara alkohol dan rasa nikmat/senang yang basanya dirasakan.
Jika setiap minum alkohol (yang sudah dicampur obat
tertentu) seseorang merasa mual, maka lama kelamaan alkohol tidak lagi
diasosiasikan dengan kesenangan tetapi ketidaknyamanan. Akibatnya perilaku
minum alkohol bisa berkurang bahkan hilang.
2. Operant Conditioning (Pengondisian Operan)
Adalah bentuk
belajar yang terjadi karena konsekuensi atas perilaku mengubah kemungkinan
terjadinya perilaku itu. Contohnya saat kamu mencoba membeli baju di toko yang
belum pernah kamu datangi sebelumnya, lalu kamu melihat di sana bajunya
bagus-bagus dan murah.
Pengalaman bahwa baju di toko itu bagus dan murah akan
meningkatkan kemungkinan kamu datang lagi ke sana lain waktu, kan?
Prinsip belajar dengan pengondisian operan diteliti oleh
Skinner. Skinner membuat eksperimen dengan meletakkan seekor tikus di dalam
kotak. Skinner memasang tuas di dalam kotak yang jika ditekan, nampan makanan
tikus akan terisi.
Skinner pun mengamati tikus itu. Saat si tikus lapar ia akan
mengeksplorasi kotak itu dan sesekali ia menekan tuasnya. Tiap tuas ditekan,
tikus mendapatkan makanan. Seiring waktu tikus itu pun belajar bahwa menekan
tuas punya konsekuensi positif yaitu makanan.
Maka konsekuensi positif yang berupa makanan akhirnya
meningkatkan kemungkinan munculnya perilaku menekan tuas pada tikus.
Prinsip Penguatan (Reinforcement) dalam Pengondisian Operan
Penguatan adalah sebutan untuk konsekuensi perilaku yang
bisa meningkatkan kemungkinan munculnya perilaku. Ada dua jenis penguatan yaitu
penguatan positif dan negatif.
Penguatan positif contohnya adalah memberikan ikan kecil
untuk dimakan kucing yang berhasil melakukan gerakan tertentu yang dicontohkan
pelatih. Pemberian ikan kecil akan meningkatkan kemungkinan kemunculan perilaku
kucing bergerak sesuai perintah.
Pada manusia penguatan positif bisa terjadi seperti saat
seorang anak dipuji setelah ia membereskan mainan yang berantakan. Pujian akan
menguatkan anak itu untuk mengulangi perilaku merapikan mainan.
Sedangkan penguatan negatif adalah meningkatkanya frekuensi
kemunculan perilaku karena diikuti oleh penghilangan sesuatu yang tidak
menyenangkan. Contohnya adalah saat kamu merasa pusing, kamu minum obat. Obat
itu menghilangkan rasa pusingmu. Maka lain waktu kalau kamu merasa pusing,
kemungkinan kamu akan mengulangi lagi perilaku minum obat itu.
Modifikasi Perilaku
Prinsip pengondisian operan bisa diterapkan untuk mengubah
perilaku manusia. Penerapan itu disebut modifikasi perilaku. Bagaimana
contohnya?
Seorang anak mengerjakan PR tanpa diperintah. Ibunya memberi
penguatan positf dengan membuatkannya pisang coklat kesukaannya dan menunjukkan
senyum serta mengucapkan betapa bangga dirinya karena si anak bisa mandiri. Hal
itu membuat si anak makin bersemangat mengerjakan PR. Lain waktu ia juga lebih
mungkin memunculkan perilaku mengerjakan PR meski tidak ada yang menyuruh.
Contoh lainnya karyawan yang mencapai target penjualan di
suatu perusahaan diberi penghargaan di hadapan teman-temannya. Ia pun merasa
bangga dan penghargaan itu membuatnya semakin giat bekerja.
3. Oberservational Learning
Albert Bandura mengatakan bahwa tidak semua hal bisa kita
pelajari dengan menerapkan prinsip pengondisian klasik dan pengondisian operan.
Kedua prinsip yang mengandalkan trial and error itu akan memakan waktu dan menghabiskan tenaga
pada kasus-kasus tertentu.
Misalnya saat seorang anak ingin bisa berbicara dalam Bahasa
Inggris, apakah cukup mengajarkannya dengan cara memukul-mukul lonceng,
menghadirkan makanan kesukaan,
menyemangatinya atau memuji perilakunya? Tentu saja itu tidak akan
efektif.
Albert Bandura mengungkapkan bahwa banyak kemampuan kompleks
dipelajari manusia dengan memperhatikan orang lain yang lebih kompeten. Itulah
yang disebut belajar dengan mengamati atau yang dikenal dengan istilah
imitasi/pemodelan.
Albert Bandura membuat eksperimen yang dikenal dengan Bobo
Doll Experiment. Dalam percobaan itu Bandura mengajak dua kelompok anak-anak
menyaksikan perilaku orang dewasa di dua ruangan berbeda yang masing-masing
sudah disediakan sejumlah mainan dan boneka Bobo.
Kelompok anak di ruang pertama melihat orang dewasa
memainkan mainan lain dan mengabaikan boneka Bobo yang ada di sana. Sedangkan
kelompok anak yang kedua, mereka menyaksikan orang dewasa yang memukul-mukul
dan berkata kasar pada boneka Bobo.
Hasil eksperimen itu menunjukkan bahwa kelompok anak kedua, yang
menyaksikan orang dewasa berperilaku kasar/agresif cenderung menunjukkan
perilaku agresif juga saat mereka ditinggalkan di ruang tersebut bersama boneka
Bobo.
Dalam kehidupan sehari-hari kita juga bisa dengan mudah
mengamati, ada anak-anak balita yang jarang diajak bicara oleh orangtuanya
tetapi setiap hari mereka menonton kartun yang mengeluarkan bunyi-bunyi
tertentu. Balita itu lalu menirukan bunyi-bunyi yang diperhatikannya di TV.
Contoh lainnya anak kecil perempuan yang sering melihat
ibunya berdandan, akan berusaha meniru perilaku berdandan dengan berkaca lalu
menggunakan gincu dan bedak.
Dari konsep-konsep yang sudah dipaparkan menjadi penting bagi
kita untuk belajar mengendalikan setiap ucapan dan perilaku karena semua itu bisa
berpengaruh terhadap orang lain, baik secara sadar maupun tidak.
Kita mungkin saja menyebabkan ketidaknyamanan, kemarahan
atau ketakutan pada orang lain yang bisa dia bawa sepanjang hidupnya.
Sebaliknya kita juga bisa berupaya menciptakan kebahagiaan dan mendorong semangat
mereka. Kita punya kemungkinan mempengaruhi kemauan orang dalam belajar,
bekerja atau berkarya. Kita juga bisa memberi contoh positif maupun negatif bagi
terbentuknya perilaku mereka.
Dari konsep-konsep di atas kita juga bisa belajar bahwa apa
yang sudah ada pada diri kita sebagian memang tidak bisa diubah (bawaan) dan
sebagian lagi bisa diubah asalkan mau belajar. Jadi maukah Kamu mengubah dirimu
menjadi lebih baik dengan belajar?
0 comments:
Post a Comment