Sunday 10 January 2016

Pesan Rahasia di Balik Kode Bahasa Non-Verbal

Bukan hanya wanita yang senang memberi tanda atau kode-kode untuk mengungkapkan maksud hatinya. Laki-laki pun pasti pernah menggunakannya. Disadari maupun tidak, dalam setiap komunikasi langsung yang kita kerjakan, selalu melibatkan gerakan tangan, ekspresi wajah, serta penyesuaian postur tubuh. Misalnya saat sedang marah, tentu ekspresi yang kita tunjukkan akan berbeda dengan orang yang sedang bahagia. Begitu pula saat ingin bicara serius dengan ngobrol santai saja.

Bahasa non-verbal (bukan bahasa lisan) adalah anugerah Tuhan yang mutlak harus disyukuri manusia. Bisa dibayangkan betapa hampanya hidup kita jika tanpa ada ekspresi wajah, tanpa ada gerakan tangan dan badan. Bukankah akan sangat mengerikan jika lawan bicara Anda hanya berbicara tanpa ekspresi, tanpa gerakan sedikit pun, dengan mata yang menatap lurus ke depan, kosong ? Kalau saya sih, memilih jalan memutar sebelum bertemu dengannya… Sungguh mengerikan.

Imajinasi di atas adalah bukti bahwa kita sudah sangat terbiasa dengan adanya bahasa non verbal. Inilah sebabnya, sulit bagi kita menerima untuk membayangkan situasi adanya manusia kaku seperti itu. Pada umumnya manusia menggunakan ekspresi wajah, kontak mata, gerakan tangan dan lain-lain untuk menguatkan pesan yang ingin ia sampaikan. Di luar sana banyak sekali upaya yang telah dilakukan untuk memahami apa dan bagaimana bahasa non verbal yang perlu diperhatikan agar kita mampu menangkap makna di baliknya. Lagi-lagi, inilah uniknya manusia, gerakan alis sekalipun bisa jadi topik yang sangat mengusik. 

Sebelum membahas lebih dalam tentang bahasa non verbal, perlu dikenali terlebih dahulu karakteristik bahasa non verbal yang memang memiliki makna tertentu. Ya, tidak semua bahasa non verbal yang ditunjukkan lawan bicara harus Anda pusingkan. Knapp (1978) dalam Hyes (2002) mengungkapkan enam jenis penggunaan bahasa non verbal bisa berkaitan dengan bahasa verbal (ikut menguatkan atau melemahkan bahasa verbal) yaitu : 

1. Repeating (terjadi secara berulang)
Misalnya ketika seseorang menceritakan suatu tempat, ia secara berulang menunjuk ke arah tertentu. 

2. Contradicting (muncul bahasa verbal yang bertentangan dengan bahasa non verbal)
Misalnya seseorang yang menggebrak meja dengan keras sambil mengatakan, “Saya tidak sedang marah !”

3. Subtituting (bahasa non verbal yang digunakan untuk menggantikan bahasa verbal)
Misalnya setelah memakan bakso, seseorang mengangkat jempol kepada temannya di seberang yang bisa bermakna “Bakso ini enak”. 

4. Complementing (bahasa non verbal yang bersifat melengkapi bahasa verbal)
Misalnya dalam budaya kita terdapat anjuran untuk membungkuk saat lewat di depan orang yang lebih tua sambil mengatakan “Permisi..”.  

5. Accenting (bahasa non verbal yang berfungsi menekankan atau menguatkan sesuatu)
Misalnya seseorang yang menunjuk lawan bicaranya sambil berkata “Kamu !”

6. Regulating (digunakannya bahasa non verbal untuk mengatur jalannya pembicaraan)
 Misalnya seseorang yang selalu berusaha menjaga kontak mata dengan lawan bicaranya. Contoh lainnya, saat seseorang ingin mengungkapkan pendapat dalam rapat, ia mengangkat tangan untuk masuk dalam pembicaraan.

Bahasa non verbal memang tergolong kompleks untuk dimengerti karena sejauh ini kita tidak mengenal kamus bahasa non verbal. Begitu banyaknya jumlah bahasa non verbal, membuatnya sulit bahkan mustahil untuk dibukukan. Selain itu bahasa non verbal juga berlainan satu dengan lainnya, sebagai akibat dari faktor budaya. Sebagai contoh, bisa Anda bandingkan gelengan kepala orang Indonesia dan India yang tentu berbeda maknanya. 

Oleh sebab itu, sangat penting bagi kita untuk melihat diri sendiri bagaimana bahasa non verbal yang selama ini kita gunakan ? Apakah itu sudah cukup untuk mengekspresikan apa yang sebenarnya ingin kita sampaikan ? Jika belum, Anda bisa mulai belajar membiasakan diri untuk menyesuaikan antara bahasa verbal dan non verbal. Meskipun Hayes (2002) menyebutkan bahwa mayoritas orang memang merasa kesulitan untuk mengontrol cara mereka berperilaku dan bahasa non verbal yang mereka tampilkan.

Bahasa non verbal adalah sumber informasi yang sangat kaya. Ibaratnya, bahasa non verbal adalah kode-kode rahasia yang secara brsama-sama dengan bahasa verbal harus kita pahami untuk mengetahui makna pesan sebenarnya yang ingin disampaikan orang lain kepada kita. Begitu pula sebaliknya. Jika kita menginginkan orang lain menangkap pesan yang kita sampaikan kepada mereka, maka sepatutnya pula kita berusaha menyesuaikan antara bahasa verbal dan non verbal yang kita tampilkan. Jika tidak, ini mungkin saja akan menjadi awal kesalahpahaman.

Referensi
Hayes, John. (2002). Interpersonal Skills: Goal Directed Behavior at Work. New York : Routledge.

2 comments:

  1. mbak nur .... keren masih sering blogging

    ReplyDelete
    Replies
    1. waaahh...senangnya dikunjungi seniman,kangen, lama tak jumpa :)

      Delete