“Oh.. ternyata beda ya…”.
Masih banyak orang yang merespon
demikian saat saya mencoba menjelaskan alternatif pilihan untuk mendapatkan
layanan kesehatan mental. Meski isu seputar kesahatan mental saat ini sudah cukup naik
daun, di daerah masih banyak masyarakat yang belum mengetahui apalagi menyadari.
Salah satunya adalah anggapan bahwa psikolog sama dengan
psikiater. Meski keduanya memang sama-sama bekerja untuk memberi layanan
kesehatan mental, ada perbedaan yang perlu dipahami di awal. Setidaknya agar
kita datang menemui mereka dengan ekspektasi yang tepat dan tidak menyesal.
Faktanya baik ke psikiater atau ke psikolog, ada biaya yang
harus dikeluarkan. Barangkali bagi yang ekonominya lebih dari berkecukupan,
uang tak jadi soal. Namun bagi kalangan lainnya, ini jadi salah satu
pertimbangan realistis kan?
Jika kamu termasuk yang sedang memikirkan itu saya ingin
berbagi sedikit informasi sebelum kita masuk ke pembahasan utama. Jika kamu
atau orang di sekitarmu ada yang memerlukan layanan kesehatan mental tetapi
tidak punya biaya, cobalah untuk ke puskesmas terdekat agar nantinya mendapat
rujukan ke poli jiwa/psikiatri di Rumah Sakit Umum Daerah.
Di RSUD umumnya ada psikiater dan layanannya bisa ditanggung
BPJS. Mungkin ini bisa jadi solusi. Jadi nggak perlu galau lagi ya…
Bagaimana kalau maunya pergi ke psikolog? Adakah yang
gratis? Setahu saya pada kesempatan tertentu ada psikolog yang memberikan
layanan gratis misalnya saat memperingati hari kesehatan mental sedunia.
Selain itu ada organisasi seperti Pijar Psikologi yang bisa
coba kamu akses. Kamu bisa mengirimkan pertanyaan dan curahan hatimu secara online.
Nanti apa yang sudah kamu ceritakan dan tanyakan akan dijawab oleh
Psikolog. Kamu juga bsa membaca
curahan-curahan hati lain yang dimuat di website mereka dan sudah dijawab oleh
ahlinya. Semoga dari sana kamu bisa menemukan pencerahan ya…
Oke, saatnya kita membahas pertanyaan utama yang ada di
judul tlisan ini. Apa bedanya psikolog dan psikiater?
Perbedaan Latar Belakang Pendidikan Psikolog dan Psikiater
Seorang psikolog adalah lulusan S1 Psikologi yang kemudian melanjutkan
pendidikan S2 Magister Profesi Psikologi.
Sedangkan seorang psikiater adalah lulusan S1 Kedokteran +
Profesi Kedokteran sehingga lulus sebagai seorang dokter umum, kemudian
melanjutkan ke Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Ilmu Kedokteran Jiwa.
Perbedaan Wewenang Psikolog dan Psikiater
Seorang psikolog punya beberapa spesialisasi bidang
kemampuan. Dari
beberapa macam psikolog, yang sama bidang penanganannya dengan psikiater adalah
psikolog klinis.
Psikolog klinis bertugas menangani klien dengan permasalahan
gangguan emosi, perilaku dan penyesuaian diri. Contohnya stres, depresi dan
kecemasan. Psikolog klinis punya wewenang untuk memeriksa atau mendiagnosis
klien yang datang kepadanya.
Penting untuk diketahui bahwa orang yang pergi ke psikolog
tidak selalu mengalami gangguan psikologis seperti yang dicontohkan di atas.
Ada juga klien yang sedang menghadapi masalah dan belum sampai mengalami
gejala-gejala klinis.
Saat membantu klien, seorang psikolog akan berusaha mengetahui
runtutan kejadian yang pernah dan sedang dialami klien untuk memahami apa yang
terjadi padanya saat ini. Psikolog juga akan berusaha memahami dinamika pikiran
dan perasaan individu dengan mempertimbangkan kepribadian serta potensi diri
yang dimiliki.
Hal itu dilakukan oleh psikolog dengan cara wawancara,
observasi (mengamati) dan memberikan tes-tes psikologi apabila diperlukan.
Sedangkan seorang psikiater, punya wewenang yang sama untuk
membantu pasien dengan keluhan mental/jiwa seperti psikolog klinis, namun fokus
utama dan cara kerjanya sedikit berbeda. Psikiater yang pada dasarnya adalah
seorang dokter, punya kemampuan untuk memeriksa kondisi fisik pasien. Kemampuan
itu tidak dimiliki oleh Psikolog sehingga mereka tak boleh melakukannya.
Psikiater bisa lebih dulu memeriksa apakah
ketidaknyamanan/keluhan yang disampaikan pasien mungkin berasal dari suatu
penyakit lain. Psikiater juga bisa melakukan pemeriksaan fisik lebih mendalam
untuk menegakkan diagnosis atas suatu gangguan jiwa. Mereka mempertimbangkan faktor biologis, proses-proses atau perubahan biokimia otak
yang akhirnya menyebabkan seseorang mengalami gangguan jiwa.
Perbedaan Penanganan Psikolog dan Psikiater
Psikoedukasi untuk Remaja |
Dalam membantu klien/menangani klien, psikolog menggunakan cara seperti psikoedukasi,
psikoterapi dan konseling (teknik-teknik non medis). Contohnya klien akan
diajak ngobrol secara mendalam atau melakukan penugasan tertentu sampai
dia merasa lebih lega, kemudian semakin memahami diri sendiri.
Pemahaman yang baik tentang diri sendiri itu penting supaya
seseorang bisa berpikir lebih jernih memetakan solusi dan langkah-langkah yang
perlu ditempuh untuk menguatkan/mengembangkan diri.
Sedangkan psikiater umumnya lebih fokus menggunakan teknik
medis yaitu dengan terapi obat (farmakoterapi). Jika hasil pemeriksaan kejiwaan
menunjukkan bahwa pasien memang mengalami suatu gangguan jiwa, dokter akan
memberi resep obat sesuai dengan kebutuhan pasien agar gejala yang dirasakannya
berkurang dan pasien bisa berktivitas dengan baik seperti biasanya.
Namun itu bukan berarti bahwa psikiater tak bisa kamu ajak
ngobrol atau bicara, ya. Mereka juga bisa kok melakukannya. Kamu boleh
bertanya atau berbagi cerita dengan mereka. Hanya saja umumnya fokus mereka
memang lebih mengarah pada menemukan dan mengatasi sebab fisik yang menjadi
sebab timbulnya gangguan jiwa.
Dalam praktiknya, gangguan jiwa atau gangguan mental, ada juga
yang perlu ditangani oleh psikolog sekaligus psikiater. Kasus setiap orang bisa
berbeda-beda sehingga kebutuhannya juga berbeda. Ada jenis gangguan jiwa yang
memang sumbernya adalah perubahan biokimia di otak yang dipicu oleh kejadian di
lingkungan.
Contohnya skizofrenia. Orang yang mengalami skizofrenia
umumnya jika ditelusuri, punya riwayat keluarga sebelumnya yang juga mengalaminya.
Diduga mereka punya potensi bawaan. Potensi itu akan menjadi nyata (timbul
gejala) jika ada pemicunya. Contohnya orang yang putus cinta lalu jadi tidak nyambung saat
diajak bicara, berhalusinasi dan tak mau lagi merawat diri.
Maka begitu timbul gejala, orang yang mengalami skizofrenia
ini perlu diberi terapi obat oleh psikiater untuk mengendalikan
“aktivitas-aktvitas” di otaknya, supaya kondisinya kembali stabil. Jika
kondisinya sudah stabil, psikolog bisa mengajaknya berkomunikasi untuk
mengurangi beratnya beban pikiran dan perasaan yang jadi pemicunya, juga
beban-beban lain yang selama ini mungkin dipendam.
Jika ada informasi yang kurang tepat dari apa yang saya
tuliskan di atas atau ada hal-hal yang ingin didiskusikan, boleh tulis di kolom
komentar, ya!
Terima kasih.
0 comments:
Post a Comment