Friday, 8 May 2020

Apa Bedanya Psikolog dan Psikiater?


“Oh.. ternyata beda ya…”.
Masih banyak orang yang merespon demikian saat saya mencoba menjelaskan alternatif pilihan untuk mendapatkan layanan kesehatan mental. Meski isu seputar kesahatan mental saat ini sudah cukup naik daun, di daerah masih banyak masyarakat yang belum mengetahui apalagi menyadari.

Salah satunya adalah anggapan bahwa psikolog sama dengan psikiater. Meski keduanya memang sama-sama bekerja untuk memberi layanan kesehatan mental, ada perbedaan yang perlu dipahami di awal. Setidaknya agar kita datang menemui mereka dengan ekspektasi yang tepat dan tidak menyesal.

Faktanya baik ke psikiater atau ke psikolog, ada biaya yang harus dikeluarkan. Barangkali bagi yang ekonominya lebih dari berkecukupan, uang tak jadi soal. Namun bagi kalangan lainnya, ini jadi salah satu pertimbangan realistis kan?

Jika kamu termasuk yang sedang memikirkan itu saya ingin berbagi sedikit informasi sebelum kita masuk ke pembahasan utama. Jika kamu atau orang di sekitarmu ada yang memerlukan layanan kesehatan mental tetapi tidak punya biaya, cobalah untuk ke puskesmas terdekat agar nantinya mendapat rujukan ke poli jiwa/psikiatri di Rumah Sakit Umum Daerah.

Di RSUD umumnya ada psikiater dan layanannya bisa ditanggung BPJS. Mungkin ini bisa jadi solusi. Jadi nggak perlu galau lagi ya…

Bagaimana kalau maunya pergi ke psikolog? Adakah yang gratis? Setahu saya pada kesempatan tertentu ada psikolog yang memberikan layanan gratis misalnya saat memperingati hari kesehatan mental sedunia.

Selain itu ada organisasi seperti Pijar Psikologi yang bisa coba kamu akses. Kamu bisa mengirimkan pertanyaan dan curahan hatimu secara online. Nanti apa yang sudah kamu ceritakan dan tanyakan akan dijawab oleh Psikolog.  Kamu juga bsa membaca curahan-curahan hati lain yang dimuat di website mereka dan sudah dijawab oleh ahlinya. Semoga dari sana kamu bisa menemukan pencerahan ya…

Oke, saatnya kita membahas pertanyaan utama yang ada di judul tlisan ini. Apa bedanya psikolog dan psikiater?

Perbedaan Latar Belakang Pendidikan Psikolog dan Psikiater

Seorang psikolog adalah lulusan  S1 Psikologi yang kemudian melanjutkan pendidikan S2 Magister Profesi Psikologi.

Sedangkan seorang psikiater adalah lulusan S1 Kedokteran + Profesi Kedokteran sehingga lulus sebagai seorang dokter umum, kemudian melanjutkan ke Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Ilmu Kedokteran Jiwa.

Perbedaan Wewenang Psikolog dan Psikiater

Seorang psikolog punya beberapa spesialisasi bidang kemampuan. Dari beberapa macam psikolog, yang sama bidang penanganannya dengan psikiater adalah psikolog klinis.

Psikolog klinis bertugas menangani klien dengan permasalahan gangguan emosi, perilaku dan penyesuaian diri. Contohnya stres, depresi dan kecemasan. Psikolog klinis punya wewenang untuk memeriksa atau mendiagnosis klien yang datang kepadanya.

Penting untuk diketahui bahwa orang yang pergi ke psikolog tidak selalu mengalami gangguan psikologis seperti yang dicontohkan di atas. Ada juga klien yang sedang menghadapi masalah dan belum sampai mengalami gejala-gejala klinis.

Saat membantu klien, seorang psikolog akan berusaha mengetahui runtutan kejadian yang pernah dan sedang dialami klien untuk memahami apa yang terjadi padanya saat ini. Psikolog juga akan berusaha memahami dinamika pikiran dan perasaan individu dengan mempertimbangkan kepribadian serta potensi diri yang dimiliki.

Hal itu dilakukan oleh psikolog dengan cara wawancara, observasi (mengamati) dan memberikan tes-tes psikologi apabila diperlukan.

Sedangkan seorang psikiater, punya wewenang yang sama untuk membantu pasien dengan keluhan mental/jiwa seperti psikolog klinis, namun fokus utama dan cara kerjanya sedikit berbeda. Psikiater yang pada dasarnya adalah seorang dokter, punya kemampuan untuk memeriksa kondisi fisik pasien. Kemampuan itu tidak dimiliki oleh Psikolog sehingga mereka tak boleh melakukannya.

Psikiater bisa lebih dulu memeriksa apakah ketidaknyamanan/keluhan yang disampaikan pasien mungkin berasal dari suatu penyakit lain. Psikiater juga bisa melakukan pemeriksaan fisik lebih mendalam untuk menegakkan diagnosis atas suatu gangguan jiwa. Mereka mempertimbangkan faktor biologis, proses-proses atau perubahan biokimia otak yang akhirnya menyebabkan seseorang mengalami gangguan jiwa.

Perbedaan Penanganan Psikolog dan Psikiater

Psikoedukasi untuk Remaja
Dalam membantu klien/menangani klien, psikolog  menggunakan cara seperti psikoedukasi, psikoterapi dan konseling (teknik-teknik non medis). Contohnya klien akan diajak ngobrol secara mendalam atau melakukan penugasan tertentu sampai dia merasa lebih lega, kemudian semakin memahami diri sendiri.

Pemahaman yang baik tentang diri sendiri itu penting supaya seseorang bisa berpikir lebih jernih memetakan solusi dan langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk menguatkan/mengembangkan diri.

Sedangkan psikiater umumnya lebih fokus menggunakan teknik medis yaitu dengan terapi obat (farmakoterapi). Jika hasil pemeriksaan kejiwaan menunjukkan bahwa pasien memang mengalami suatu gangguan jiwa, dokter akan memberi resep obat sesuai dengan kebutuhan pasien agar gejala yang dirasakannya berkurang dan pasien bisa berktivitas dengan baik seperti biasanya.

Namun itu bukan berarti bahwa psikiater tak bisa kamu ajak ngobrol atau bicara, ya. Mereka juga bisa kok melakukannya. Kamu boleh bertanya atau berbagi cerita dengan mereka. Hanya saja umumnya fokus mereka memang lebih mengarah pada menemukan dan mengatasi sebab fisik yang menjadi sebab timbulnya gangguan jiwa.

Dalam praktiknya, gangguan jiwa atau gangguan mental, ada juga yang perlu ditangani oleh psikolog sekaligus psikiater. Kasus setiap orang bisa berbeda-beda sehingga kebutuhannya juga berbeda. Ada jenis gangguan jiwa yang memang sumbernya adalah perubahan biokimia di otak yang dipicu oleh kejadian di lingkungan.

Contohnya skizofrenia. Orang yang mengalami skizofrenia umumnya jika ditelusuri, punya riwayat keluarga sebelumnya yang juga mengalaminya. Diduga mereka punya potensi bawaan. Potensi itu akan menjadi nyata (timbul gejala) jika ada pemicunya. Contohnya orang  yang putus cinta lalu jadi tidak nyambung saat diajak bicara, berhalusinasi dan tak mau lagi merawat diri.

Maka begitu timbul gejala, orang yang mengalami skizofrenia ini perlu diberi terapi obat oleh psikiater untuk mengendalikan “aktivitas-aktvitas” di otaknya, supaya kondisinya kembali stabil. Jika kondisinya sudah stabil, psikolog bisa mengajaknya berkomunikasi untuk mengurangi beratnya beban pikiran dan perasaan yang jadi pemicunya, juga beban-beban lain yang selama ini mungkin dipendam.

Jika ada informasi yang kurang tepat dari apa yang saya tuliskan di atas atau ada hal-hal yang ingin didiskusikan, boleh tulis di kolom komentar, ya!

Terima kasih.

0 comments:

Post a Comment