Saturday, 9 May 2020

Sensasi dan Persepsi: Apakah Pikiran Kita Selalu Benar?

 
Apa yang kamu lihat pada gambar?
Setiap detik panca indra menangkap stimulus dari lingkungan. Dengan mata, kita menangkap pantulan cahaya berbagai objek, dengan telinga kita mendengar aneka suara, dengan lidah kita mengecap rasa. Dengan kulit kita mengenal  panas-dingin juga kasar-halus permukaan benda dan dengan hidung kita menghirup aroma.

Tanpa indra, mungkin hidup rasanya hampa, ya. Kita tidak akan pernah bisa merasakan dunia.

Meski manusia punya indra yang sama, terkadang kita bisa menangkap makna yang berbeda. Saat kamu melihat seorang laki-laki dan perempuan jalan bersama, bergandeng tangan sambil tertawa manja, apa yang terlintas di pikiranmu?

Photo by Etienne Boulanger on Unsplash
“Ah, mungkin mereka sepasang kekasih atau sepasang suami-istri” atau “Sepertinya mereka sedang bahagia berdua, ya!”. Sedangkan temanmu yang ternyata adalah pacar dari laki-laki yang kamu lihat itu, sudah pasti akan berpikir, “Apa? Dia bermain di belakangku? Ini tidak bisa dibiarkan! Dia tega sekali!”. Temanmu bukan hanya memaknai mereka sebagai dua orang yang bahagia atau sepasang kekasih, tetapi dua orang pengkhianat.

Jadi bagaimana satu objek yang sama, menghasilkan makna yang berbeda antarmanusia?
Mekanisme sensasi dan persepsi adalah jawabannya. Dalam contoh peristiwa di atas, konteks berperan sebagai pembeda pemaknaan antara kamu dan temanmu. Kamu tidak mengenal pasangan itu. Kamu tak punya konsep apa-apa tentang mereka di kepalamu.

Sedangkan temanmu punya konsep dalam kepalanya bahwa pria itu milikinya. Dia seharusnya setia. Salah besar jika dia (si laki-laki) berperilaku mesra dengan wanita lain. Maka saat kejadian itu ditangkap oleh mata temanmu, otak mempersepsinya sebagai sesuatu yang bertentangan dengan konsep yang sudah ada di dalam kepalanya.

Sensasi dan Persepsi

Sensasi adalah ditangkapnya stimulus oleh indra (proses menerima stimulus dari lingkungan). Sedangkan persepsi adalah proses memilih, mengatur dan menginterpretasi (memaknai) input sensoris yang sudah ditangkap oleh indra sehingga bermakna.

Bagaimana Sensasi-Persepsi Terjadi?

Pemrosesan Bottom Up dan Top Down

Kita punya dua cara untuk memproses stimulus dari lingkungan. Pertama, bottom up artinya stimulus di lingkungan ditangkap oleh reseptor sensoris (indra) kemudian informasi itu dikirim ke otak untuk diinterpretasi/dimaknai.

Sedangkan proses top down adalah kita menangkap stimulus dimulai dengan proses kognitif di otak. Dengan kata lain kita sudah punya konsep dulu tentang sesuatu, baru kemudian kita menangkap stimulus itu.

King (2016) mencontohkan proses top down seperti saat kita mendengarkan lagu yang sudah sering kita dengar. Kita punya keiginan dan ekspektasi dulu tentang sebuah lagu barulah kita mencari stimulusnya dan mendengarkan lagunya.

Dalam kehidupan sehari-hari kedua proses ini (bottom up dan top down) terjadi beriringan. Begitu menyerap informasi dari lingkungan dengan kondisi sebelumnnya belum tahu apa-apa (bottom up), kita menjadi tahu sesuatu dan pengetahuan atau konsep itu akan kita gunakan untuk menangkap stimulus lagi (top down).

Apa Saja yang Berperan dalam Sensasi-Persepsi?

Ada beberapa konsep yang perlu kita pahami tentang apa yang berpengaruh dan bagaimana indra bisa menangkap stimulus dari lingkungan lalu memaknainya. Berikut beberapa diantaranya.

1. Kita punya ambang/batas (threshold).

Tidak semua hal yang terjadi di lingkungan bisa ditangkap oleh indra manusia. Kamu mungkin pernah dengar hewan-hewan tertentu punya pendengaran, penciuman atau penglihatan lebih tajam dari manusia. Mereka bisa menangkap hal-hal yang tidak bisa ditangkap indra kita.

Selain itu kamu juga pasti bisa merasakan sendiri sejauh mana kamu mampu melihat huruf di layar televisi atau sejauh mana kamu masih bisa melihat wajah orang lain. Itulah contoh fenomena yang menunjukkan bahwa indra kita punya batas atau ambang kemampuan mendeteksi sesuatu.

Batas atau ambang terkecil intensitas suatu stimulus yang bisa dideteksi oleh makhluk hidup disebut absolute threshold. Inilah contoh absolute thresholds pada manusia menurut Galanter (1962 dalam Weiten, 2013).

Indra
Absolute Threshold
Penglihatan
Sinar lilin yang menyala masih bisa dilihat sampai dengan jarak 30 mil di malam gelap.
Pendengaran
Suara detik jam masih bisa kita dengar sampai jarak 20 kaki dalam kondisi sekitar yang hening.
Perasa
Satu sendok teh gula masih bisa kita rasakan jika dicampur dengan dua galon air.

Jika airnya lebih dari itu kita tidak bisa lagi merasakan. Bukan karena tidak ada gulanya, indra kitalah yang kemampuannya terbatas.
Penciuman
Satu tetes parfum aromanya bisa menyebar ke enam volume ruang apartemen.
Peraba
Sayap seekor lalat yang jatuh ke pipimu dari jarak 1 cm.

Bagaimana? Apakah Kamu tertarik membuktikannya?

Adanya batas kemampuan indra menangkap sinyal di lingkungan juga berarti bahwa sensasi yang kita dapat tergantung pada intensitas atau banyak sedikitnya stimulus. Stimulus yang intensitasnya memadai (≥ absolute threshold) akan bisa kita tangkap, yang tidak memadai berarti tak akan mampu kita kenali.

2. Kita menangkap stimulus yang memang ingin kita tangkap (signal detection theory).

Menurut konsep signal detection theory proses penerimaan stimulus juga melibatkan keputusan kita. Tidak semua hal yang kita lihat akan kita proses lebih lanjut kan? Misalnya saat sedang berada di dalam ruang kelas, banyak sekali objek yang sebenarnya kamu lihat. Namun apakah semuanya akan kamu rasakan? Apakah kamu menyadari semua yang kamu lihat di sana sekaligus?

Kemungkinan besar kamu tak sanggup melakukannya. Kamu hanya akan memperhatikan objek tertentu misalnya gurumu yang sedang bicara di depan. Maka kamu akan menangkap suara dan ekspresi gurumu kemudian memaknai penjelasan yang ia sampaikan.

Perilaku saat kita memfokuskan diri pada suatu pengalaman dengan mengabaikan pengalaman lain disebut dengan selective attention. Perilaku ini memudahkan kita menyerap informasi yang memang ingin kita dapatkan. Meski demikian efek samping dari selective attention adalah kita jadi kurang perhatian terhadap hal lain.

Misalnya saat kita sangat fokus pada penjelasan guru mungkin kita tidak memperhatikan kaki teman di sebelah kita yang terinjak selama beberapa saat (jika ia tidak menjerit). Saat selesai jam pelajaran ia protes karena kita tidak minta maaf. Kita mungkin akan ngeyel kepadanya, “Masa sih aku nginjak kakimu? Nggak kok. Aku dari tadi diam memperhatikan Pak Guru”.

Dalam situasi itu bisa jadi sebenarnya kita memang melakukannya, namun kita berpikir/mengira tidak melakukannya.

Jadi apakah pikiran kita selalu benar?

3. Persepsi bisa kita dapat secara tidak sadar.

Sejumlah peneliti mencoba melakukan pembuktian bahwa kita juga bisa menangkap stimulus secara tidak sadar. Apa contoh penerapannya? Saat kamu melihat sebuah serial drama lalu di bawahnya ada iklan indomie yang ditampilkan berulang, entah kenapa saat lapar, indomie akan muncul sebagai ide makanan di kepalamu.

Saat itu kita sebenarnya tidak secara sengaja atau berniat mengamati iklan indomie kan? Namun yang tak sengaja itu ternyata punya pengaruh terhadap otak kita. Pendeteksian informasi secara tidak sadar ini menghasilkan apa yang disebut dengan persepsi subliminal.

4. Kita melakukan adaptasi sensoris (sensory adaptation).

Ini adalah penurunan kepekaan/sensitivitas terhadap stimulus yang terjadi secara bertahap. Contohnya saat kamu memasuki ruangan beraroma stroberi, aroma yang kamu cium saat pertama kali masuk dengan saat kamu sudah beberapa lama ada di sana berbeda kan?

Padahal sebenarnya aroma stroberi itu kadarnya tidak berubah sejak kamu pertama masuk ruangan sampai beberapa lama kamu ada di sana. Itulah yang disebut dengan adaptasi sensoris. Kitalah yang beradaptasi terhadap suatu stimulus meski stimulusnya tetap.

Maka jangan heran jika 1 jam kemudian setelah kamu beraktivitas di dalam ruangan, bau stroberinya tidak tercium lagi olehmu. Begitu ada temanmu masuk lalu dia mengatakan, “Wah enak sekali aroma stroberinya”, jawab saja “Iya, wangi banget ya”, meski kamu saat itu sebenarnya sudah tidak mencium lagi baunya.

Konsep-konsep di atas menunjukkan kepada kita bahwa berbagai hal di dunia ini sifatnya relatif. Obyeknya sama dan tetap, tetapi rasa dan pemaknaan kita bisa berbeda-beda. Mengapa? Kita memaknainya secara subyektif.

Mungkin kamu sedang fokus melihat bunga sedang temanmu tidak. Mungkin temanmu sudah tahu sebelumnya sebuah bunga bernama anggrek, sedangkan kamu tidak. Mungkin kamu pernah mendengar sebuah lagu sedang temanmu belum pernah. Perbedaan fokus perhatian, pengetahuan/konsep sebelumnya, perbedaan ekspektasi dan keyakinan pada setiap orang menjadikan rasa dan makna terhadap dunia tak selalu sama.

Dari sini kita bisa belajar bahwa dalam hubungan dengan orang lain, upaya memahami sudut pandang dan latar belakang pemikiran mereka menjadi penting. Boleh dikatakan bahwa kita punya kebenaran versi masing-masing.

Pikiran kita mungkin benar dalam ukuran atau konteks diri kita, tetapi belum tentu tepat dalam kaca mata orang lain. Oleh sebab itu jika ada pertentangan, diskusikan agar kamu dan dia saling mendapat pemahaman.

Semoga bermanfaat!

Referensi

Weiten, W. (2013). Psychology Themes and Variation Ninth Edition. Belmont: Wadsworth Cengage Learning.

King, A.L. (2016). Psikologi Umum sebuah Pandangan Apresiatif. Jakarta: Salemba Humanika.

0 comments:

Post a Comment