Apa yang kamu lihat pada gambar? |
Tanpa indra,
mungkin hidup rasanya hampa, ya. Kita tidak akan pernah bisa merasakan
dunia.
Meski
manusia punya indra yang sama, terkadang kita bisa menangkap makna yang berbeda.
Saat kamu melihat seorang laki-laki dan perempuan jalan bersama, bergandeng
tangan sambil tertawa manja, apa yang terlintas di pikiranmu?
“Ah, mungkin
mereka sepasang kekasih atau sepasang suami-istri” atau “Sepertinya mereka
sedang bahagia berdua, ya!”. Sedangkan temanmu yang ternyata adalah pacar dari
laki-laki yang kamu lihat itu, sudah pasti akan berpikir, “Apa? Dia bermain di
belakangku? Ini tidak bisa dibiarkan! Dia tega sekali!”. Temanmu bukan hanya
memaknai mereka sebagai dua orang yang bahagia atau sepasang kekasih, tetapi
dua orang pengkhianat.
Jadi
bagaimana satu objek yang sama, menghasilkan makna yang berbeda antarmanusia?
Mekanisme
sensasi dan persepsi adalah jawabannya. Dalam contoh peristiwa di atas, konteks
berperan sebagai pembeda pemaknaan antara kamu dan temanmu. Kamu tidak
mengenal pasangan itu. Kamu tak punya konsep apa-apa tentang mereka di
kepalamu.
Sedangkan
temanmu punya konsep dalam kepalanya bahwa pria itu milikinya. Dia seharusnya
setia. Salah besar jika dia (si laki-laki) berperilaku mesra dengan wanita lain.
Maka saat kejadian itu ditangkap oleh mata temanmu, otak mempersepsinya sebagai
sesuatu yang bertentangan dengan konsep yang sudah ada di dalam kepalanya.
Sensasi dan Persepsi
Sensasi adalah ditangkapnya stimulus oleh
indra (proses menerima stimulus dari lingkungan). Sedangkan persepsi adalah
proses memilih, mengatur dan menginterpretasi (memaknai) input sensoris yang sudah
ditangkap oleh indra sehingga bermakna.
Bagaimana Sensasi-Persepsi Terjadi?
Pemrosesan Bottom Up dan Top Down
Kita punya
dua cara untuk memproses stimulus dari lingkungan. Pertama, bottom up
artinya stimulus di lingkungan ditangkap oleh reseptor sensoris (indra)
kemudian informasi itu dikirim ke otak untuk diinterpretasi/dimaknai.
Sedangkan
proses top down adalah kita menangkap stimulus dimulai dengan proses
kognitif di otak. Dengan kata lain kita sudah punya konsep dulu tentang
sesuatu, baru kemudian kita menangkap stimulus itu.
King (2016)
mencontohkan proses top down seperti saat kita mendengarkan lagu yang
sudah sering kita dengar. Kita punya keiginan dan ekspektasi dulu tentang
sebuah lagu barulah kita mencari stimulusnya dan mendengarkan lagunya.
Dalam
kehidupan sehari-hari kedua proses ini (bottom up dan top down)
terjadi beriringan. Begitu menyerap informasi dari lingkungan dengan kondisi
sebelumnnya belum tahu apa-apa (bottom up), kita menjadi tahu sesuatu
dan pengetahuan atau konsep itu akan kita gunakan untuk menangkap stimulus lagi
(top down).
Apa Saja yang Berperan dalam Sensasi-Persepsi?
Ada beberapa
konsep yang perlu kita pahami tentang apa yang berpengaruh dan bagaimana indra
bisa menangkap stimulus dari lingkungan lalu memaknainya. Berikut beberapa
diantaranya.
1. Kita punya
ambang/batas (threshold).
Tidak semua
hal yang terjadi di lingkungan bisa ditangkap oleh indra manusia. Kamu mungkin
pernah dengar hewan-hewan tertentu punya pendengaran, penciuman atau
penglihatan lebih tajam dari manusia. Mereka bisa menangkap hal-hal yang tidak
bisa ditangkap indra kita.
Selain itu
kamu juga pasti bisa merasakan sendiri sejauh mana kamu mampu melihat huruf di
layar televisi atau sejauh mana kamu masih bisa melihat wajah orang lain.
Itulah contoh fenomena yang menunjukkan bahwa indra kita punya batas atau
ambang kemampuan mendeteksi sesuatu.
Batas atau
ambang terkecil intensitas suatu stimulus yang bisa dideteksi oleh makhluk
hidup disebut absolute threshold. Inilah contoh absolute thresholds pada
manusia menurut Galanter (1962 dalam Weiten, 2013).
Indra
|
Absolute Threshold
|
Penglihatan
|
Sinar lilin yang menyala masih bisa
dilihat sampai dengan jarak 30 mil di malam gelap.
|
Pendengaran
|
Suara detik jam masih bisa kita dengar
sampai jarak 20 kaki dalam kondisi sekitar yang hening.
|
Perasa
|
Satu sendok teh gula masih bisa kita
rasakan jika dicampur dengan dua galon air.
Jika airnya lebih dari itu kita tidak
bisa lagi merasakan. Bukan karena tidak ada gulanya, indra kitalah yang
kemampuannya terbatas.
|
Penciuman
|
Satu tetes parfum aromanya bisa
menyebar ke enam volume ruang apartemen.
|
Peraba
|
Sayap seekor lalat yang jatuh ke
pipimu dari jarak 1 cm.
|
Bagaimana?
Apakah Kamu tertarik membuktikannya?
Adanya batas
kemampuan indra menangkap sinyal di lingkungan juga berarti bahwa sensasi yang
kita dapat tergantung pada intensitas atau banyak sedikitnya stimulus. Stimulus
yang intensitasnya memadai (≥ absolute threshold) akan bisa kita tangkap, yang
tidak memadai berarti tak akan mampu kita kenali.
2. Kita menangkap
stimulus yang memang ingin kita tangkap (signal detection theory).
Menurut
konsep signal detection theory proses penerimaan stimulus juga
melibatkan keputusan kita. Tidak semua hal yang kita lihat akan kita proses
lebih lanjut kan? Misalnya saat sedang berada di dalam ruang kelas,
banyak sekali objek yang sebenarnya kamu lihat. Namun apakah semuanya akan kamu
rasakan? Apakah kamu menyadari semua yang kamu lihat di sana sekaligus?
Kemungkinan
besar kamu tak sanggup melakukannya. Kamu hanya akan memperhatikan objek
tertentu misalnya gurumu yang sedang bicara di depan. Maka kamu akan menangkap
suara dan ekspresi gurumu kemudian memaknai penjelasan yang ia sampaikan.
Perilaku
saat kita memfokuskan diri pada suatu pengalaman dengan mengabaikan pengalaman
lain disebut dengan selective attention. Perilaku ini memudahkan kita
menyerap informasi yang memang ingin kita dapatkan. Meski demikian efek samping
dari selective attention adalah kita jadi kurang perhatian terhadap hal
lain.
Misalnya
saat kita sangat fokus pada penjelasan guru mungkin kita tidak memperhatikan
kaki teman di sebelah kita yang terinjak selama beberapa saat (jika ia tidak
menjerit). Saat selesai jam pelajaran ia protes karena kita tidak minta maaf. Kita
mungkin akan ngeyel kepadanya, “Masa sih aku nginjak kakimu? Nggak kok.
Aku dari tadi diam memperhatikan Pak Guru”.
Dalam
situasi itu bisa jadi sebenarnya kita memang melakukannya, namun kita berpikir/mengira
tidak melakukannya.
Jadi apakah
pikiran kita selalu benar?
3. Persepsi bisa
kita dapat secara tidak sadar.
Sejumlah
peneliti mencoba melakukan pembuktian bahwa kita juga bisa menangkap stimulus secara
tidak sadar. Apa contoh penerapannya? Saat kamu melihat sebuah serial drama lalu di bawahnya ada iklan indomie yang
ditampilkan berulang, entah kenapa saat lapar, indomie akan muncul sebagai ide makanan di kepalamu.
Saat itu
kita sebenarnya tidak secara sengaja atau berniat mengamati iklan indomie kan? Namun yang tak sengaja itu ternyata punya pengaruh terhadap otak kita.
Pendeteksian informasi secara tidak sadar ini menghasilkan apa yang disebut
dengan persepsi subliminal.
4. Kita melakukan adaptasi
sensoris (sensory adaptation).
Ini adalah
penurunan kepekaan/sensitivitas terhadap stimulus yang terjadi secara bertahap.
Contohnya saat kamu memasuki ruangan beraroma stroberi, aroma yang kamu cium
saat pertama kali masuk dengan saat kamu sudah beberapa lama ada di sana
berbeda kan?
Padahal sebenarnya
aroma stroberi itu kadarnya tidak berubah sejak kamu pertama masuk ruangan
sampai beberapa lama kamu ada di sana. Itulah yang disebut dengan adaptasi
sensoris. Kitalah yang beradaptasi terhadap suatu stimulus meski stimulusnya
tetap.
Maka jangan
heran jika 1 jam kemudian setelah kamu beraktivitas di dalam ruangan, bau
stroberinya tidak tercium lagi olehmu. Begitu ada temanmu masuk lalu dia
mengatakan, “Wah enak sekali aroma stroberinya”, jawab saja “Iya, wangi banget
ya”, meski kamu saat itu sebenarnya sudah tidak mencium lagi baunya.
Konsep-konsep
di atas menunjukkan kepada kita bahwa berbagai hal di dunia ini sifatnya
relatif. Obyeknya sama dan tetap, tetapi rasa dan pemaknaan kita bisa berbeda-beda.
Mengapa? Kita memaknainya secara subyektif.
Mungkin kamu
sedang fokus melihat bunga sedang temanmu tidak. Mungkin temanmu sudah tahu
sebelumnya sebuah bunga bernama anggrek, sedangkan kamu tidak. Mungkin kamu
pernah mendengar sebuah lagu sedang temanmu belum pernah. Perbedaan fokus
perhatian, pengetahuan/konsep sebelumnya, perbedaan ekspektasi dan keyakinan pada
setiap orang menjadikan rasa dan makna terhadap dunia tak selalu sama.
Dari sini
kita bisa belajar bahwa dalam hubungan dengan orang lain, upaya memahami sudut
pandang dan latar belakang pemikiran mereka menjadi penting. Boleh dikatakan
bahwa kita punya kebenaran versi masing-masing.
Pikiran kita
mungkin benar dalam ukuran atau konteks diri kita, tetapi belum tentu tepat
dalam kaca mata orang lain. Oleh sebab itu jika ada pertentangan, diskusikan
agar kamu dan dia saling mendapat pemahaman.
Semoga bermanfaat!
Referensi
Weiten, W.
(2013). Psychology Themes and Variation Ninth Edition. Belmont: Wadsworth
Cengage Learning.
King, A.L.
(2016). Psikologi Umum sebuah Pandangan Apresiatif. Jakarta: Salemba Humanika.
0 comments:
Post a Comment