Friday 22 May 2020

Kenapa Nggak Bisa Mikir Jernih?

Photo by JESHOOTS.COM on Unsplash
Stuck!
Ada kalanya kita merasa jalan di tempat atau berputar-putar nggak jelas, sulit menemukan pintu keluar atau solusi dari masalah yang kita hadapi. Jangankan memecahkan masalah, terkadang kita bahkan sejak awal sudah sulit memahami masalah yang sebenarnya terjadi.

Masalahnya kita sering tidak menyadari faktor apa saja yang mempengaruhi kesalahan, bahkan kegagalan proses berpikir itu. Yuk, langsung saja kita pelajari bersama apa yang terjadi dengan diri kita saat nggak bisa mikir jernih! Memahami diri akan memudahkan kita mengenali kesalahan yang mungkin sedang terjadi, tanpa kita sadari.

Jadi, kenapa kita nggak bisa mikir jernih?

1. Mengalami Fiksasi

Fiksasi adalah keadaan saat kita tetap menggunakan strategi yang sama dengan yang pernah kita gunakan sebelumnya hingga gagal melihat masalah dengan sudut pandang atau perspektif yang baru.

Kadang-kadang kita berpikir bahwa suatu masalah sama dengan apa yang pernah kita alami sebelumya. Kesamaan yang kita tangkap dengan segera itu membuat kita jadi terburu-buru yakin bahwa solusinya sama dengan yang sebelumnya atau yang umum dilakukan oleh orang lain.

Terlalu yakin pada sebuah solusi bisa menjebak diri kita sendiri. Oleh sebab itu penting bagi kita untuk mengambil jeda sejenak, meletakkan hal-hal yang terlalu kita yakini itu agar ada ruang bagi berkembangnya pemahaman dan ide baru.

2. Bias Konfirmasi

Bias konfirmasi disebut juga myside bias. Ini adalah kecenderungan mencari dan menggunakan ide-ide yang mendukung ide-ide kita. Kenapa kecenderungan ini bisa menjauhkan kita dari solusi yang tepat?

Bayangkan saat kamu punya masalah, misalnya sedang bertengkar dengan orangtua. Dalam pikiranmu, kamu merasa tidak punya salah. Merekalah yang selama ini terlalu sibuk sehingga tak pernah ada saat kamu butuh. Kamu merasa seharusnya orangtuamu minta maaf kepadamu dan kamu nggak perlu melakukan apa pun, karena kamu pikir kamu memang tak punya andil dalam masalah itu.

Lalu kamu meminta saran atau pendapat dari teman-temanmu tentang bagaimana menghadapi masalah ini. Dalam situasi tersebut, kita cenderung lebih mendengarkan saran teman yang sependapat dengan kita. Kita cenderung mencari pendapat yang menguatkan keyakinan kita sebelumnya.

Kalau kita tak segera menyadarinya, bukankah kita akan sulit membuka pikiran dan menemukan solusi yang sesuai?

3. Bias Refleksi (Hindsight Bias)

Adalah kondisi saat kita merasa sudah tahu tentang sesuatu, padahal tidak benar-benar tahu atau hanya tahu sedikit tentang sesuatu.

Misalnya ada teman yang mendapat nilai (IPK) sangat jelek saat kuliah. Hal itu membuat kita berpikir, “Wah, dia pasti sulit dapat kerja!”. Pemikiran seperti itu boleh dikatakan sebagai pemikiran yang sok tahu, yang salah satunya disebabkan oleh adanya bias refleksi.

Mungkin kita sering mendengar cerita dari orang di sekitar atau sering membaca di sosmed tentang sulitnya bersaing di dunia kerja dengan IPK rendah. Informasi itu membuat kita jadi terlalu yakin untuk menghakimi hidup orang lain yang ber-IPK rendah. Padahal kita tak benar-benar tahu apa saja yang dipertimbangkan dalam proses penerimaan karyawan. Kita mungkin juga tidak tahu, ternyata teman kita punya keterampilan langka yang membuat perusahaan mungkin tak peduli lagi berapa IPK-nya.

4. Pengabaian Nilai Dasar

Ini adalah kecenderungan saat kita mengabaikan informasi umum disebabkan oleh adanya informasi lain yang sangat spesifik dan jelas.

Contohnya saat kita ingin membeli tas ransel baru. Ada banyak sekali pilihan merek, model dan bahan tas ransel di pasaran. Kita jadi bingung menentukan pilihan. Kebingungan ini adalah contoh masalah sederhana dalam kehidupan kita kan?

Maka untuk menyelesaikan masalah itu kita mencoba mencari review produk berbagai tas ransel di internet. Sampailah kita pada sebuah merek (merek X) yang paling banyak direview dan paling banyak diakui kualitas juga keawetannya oleh banyak netizen.

Meski begitu kita masih ragu untuk membelinya. Harganya tidak murah, sehingga kita merasa perlu mencari penguatan dari orang lain untuk mengambil keputusan penting ini. Kita pun bertanya ke sahabat yang kita tahu memang sering gonta-ganti tas ransel. Sayangnya ternyata dia tidak menyarankan membeli tas merek X.

Menurut pengalamannya tas merek X cepat rusak, mudah sobek dan tidak nyaman jika dibawa bepergian dalam waktu lama. Dalam situasi seperti itu ada kecenderungan di pikiran kita untuk mengabaikan informasi umum yang disampaikan oleh banyak orang kemudian  lebih percaya pada informasi yang disampaikan teman kita, yang sifatnya lebih spesifik dan jelas.

Itulah beberapa hal yang patut kita sadari keberadaannya, yang mungkin menghambat pikiran atau membelokkan pengambilan keputusan. Gimana? Sudah lebih kenal dengan pikiran kita sendiri atau belum?

Semoga informasi ini bisa membantu kita berpikir lebih jernih, ya!

0 comments:

Post a Comment