Ilustrasi diambil dari https://artikel.pricearea.com/tag/dunia-maya/ |
Pesatnya laju perkembangan teknologi telah memberikan berbagai
kemudahan bagi manusia, salah satunya dalam berkomunikasi. Semula komunikasi
hanya terjadi dengan tatap muka secara langsung, atau secara tidak langsung
(mengandalkan surat), dengan waktu
penyampaian pesan yang relatif lama. Sebaliknya, teknologi saat ini telah mampu
memfasilitasi komunikasi tanpa perlu bertemu secara langsung tetapi tanpa waktu
tunggu penyampaian pesan. Ini bisa terjadi dengan adanya Computer Mediated
Communication (CMC). CMC meliputi segala komunikasi yang
diperantarai oleh teknologi baik dengan perangkat komputer maupun berbagai
jenis gadget, melalui media sosial dalam jaringan maupun
fasilitas-fasilitas lain dalam dunia maya. Terdapat beberapa konsep yang
berupaya menjelaskan berbagai fenomena dalam CMC, antara lain adalah sebagai
berikut.
Social
Identification and Deindividuation Model (SIDE)
Salah satu fenomena yang tampak dalam komunikasi yang terjadi di
dunia maya adalah meningkatnya keleluasaan atau kebebasan seseorang untuk
mengutarakan sesuatu. Seakan-akan mereka kehilangan tanggung jawab sebagai
individu dan bisa berbuat apa saja di dunia maya. Ini dapat dijelaskan dengan Social
Identification and Deindividuation model (SIDE). SIDE model dijelaskan oleh
Russell Spears dan Martin Lea pada awal 1990. Menurut Thurlow, dkk. (2004) SIDE
model mencoba menjelaskan adanya perpaduan efek identitas sosial dan anonimitas
(atau deindividuasi) dalam CMC. SIDE model didasarkan pada gagasan yang
menyatakan bahwa identitas seseorang, mencakup identitas individual (personal
identity) dan identitas kelompok (social identity). Kadang-kadang
identitas personal itu penting bagi kita tetapi pada waktu yang lain, kita
lebih memilih untuk menjadi sepeti orang
lain sehingga kita memprioritaskan identitas kelompok.
Komunikasi yang terjadi dalam dunia maya, sering dianggap miskin
informasi karena kehilangan petunjuk komunikasi yang umumnya terdapat dalam
komunikasi face to face misalnya ekspresi wajah dan bahasa tubuh. Tetapi
kenyataannya komunikasi dalam ruang maya bahkan bisa bersifat lebih personal
dan mendalam daripada komunikasi langsung. Sehingga dalam perspektif SIDE model
dinyatakan bahwa sebenarnya deindividuasi dan anonimitas tidak benar-benar
mengarah pada hilangnya identitas, namun lebih kepada mendorong seseorang untuk
beralih dari identitas individual ke identitas sosialnya (Spears, dkk., 2002
dalam Thurlow,dkk.,2004).
Thurlow, dkk. (2004)
menyebut bahwa dalam upaya mengidentifikasi diri dengan kelompok sosial tertentu,
seseorang tidak memerlukan pengetahuan secara mendalam tentang sebuah kelompok
untuk merasa terhubung atau terkait dengan kelompok tertentu dan merasakan
keterikatan dengan mereka. Keputusan untuk beralih dari identitas personal ke
identitas kelompok hanya bergantung pada apa yang disebut dengan minimal
group phenomenon. Minimal group phenomenon berarti bahwa identitas sosial
kita diaktivasi oleh keanggotaan kita dalam sebuah kelompok. Rasa keanggotaan
lebih bergantung pada persepsi kita sendiri sebagai bagian dari suatu kelompok.
Hyperpersonal
Communication
Konsep lain yang menjelaskan fenomena dalam CMC adalah hyperpersonal communication yang
diungkapkan oleh Joseph Walther (1996) yang menyatakan bahwa komunikasi dalam
dunia maya bisa menjadi lebih dekat, lebih bersahabat atau lebih intim daripada
komunikasi langsung atau face to face. Dengan kata lain, CMC justru mengarah
pada kondisi yang lebih personal, melebihi level hubungan interpersonal yang
dijalin dengan komunikasi langsung (Thurlow, dkk., 2004).
Hal tersebut terjadi karena komunikasi di dunia maya memberikan
keuntungan berupa kesempatan melakukan manajemen kesan (impression
management), yang mana individu bisa mempromosikan dirinya menjadi lebih
ideal, sehingga kecenderungan seseorang untuk menampilkan dirinya secara
berbeda dengan aslinya menjadi semakin tinggi (Attrill & Fullwood, 2016).
Seseorang
bisa memilih secara selektif informasi mana saja tentang dirinya yang ingin
disampaikan dan mana yang tidak. CMC menyediakan informasi yang terbatas tanpa
melibatkan atribut non verbal sehingga kesan terhadap seseorang hanya bisa
diperoleh berdasarkan apa dan bagaima ia menulis sebuah uraian atau informasi. Selain
itu dalam CMC pengirim pesan memiliki waktu untuk membaca ulang dan memutuskan
bagaimana mereka akan menampilkan dirinya. Saat chatting misalnya, kedua
pihak yang terlibat dalam percakapan memiliki cukup waktu untuk merefleksikan
terlebih dahulu apa yang mereka tulis baru kemudian mengedit dan mengirimkannya
apabila telah merasa bahwa yang dituliskan bagus dan akan mengesankan pihak
kedua. Ini semakin meningkatkan lingkaran feedback karena kedua pihak sama-sama menangkap umpan
balik dan kesan positif (Walther, 1996 dalam Attrill & Fullwood, 2016).
Reduced Social
Cues (RSC)
Dalam komunikasi langsung terdapat isyarat sosial yang bisa diamati
dari pihak-pihak yang terlibat sebagai tambahan informasi. Isyarat sosial
adalah salah satu diantara isyarat statis (misalnya gaya berpakaian dan gaya
rambut) atau isyarat dinamis (misalnya ekspresi wajah dan gesture), dan
seperangkat status tertentu, serta feedback suara seperti “Oo..” yang
menunjukkan bahwa seseorang mendengarkan atau terlibat dalam sebuah
pembicaraan. Sedangkan dalam komunikasi di ruang maya, isyarat-isyarat itu
menjadi berkurang (tereduksi). Dampaknya, orang-orang yang berkomunikasi di
ruang maya cenderung mengabaikan norma sosial, merasakan ketiadaan tekanan
sosial yang mengharuskan individu bertindak sesuai aturan, sehingga orang cenderung merasa lebih tidak terikat
atau bebas (Thurlow, dkk., 2004).
Uncertainty
Reduction Theory (URT)
Redmond (2015) menjelaskan bahwa dalam interaksi dengan orang asing
atau baru kita cenderung ingin mengurangi ketidakpastian dan mencari kepastian.
Pencarian kepastian ini muncul dalam perilaku mencari informasi tentang orang yang
berinteraksi dengan kita. Adanya pengetahuan atau informasi meningkatkan kemampuan kita untuk memprediksi
siapa sebenarnya orang yang sedang berinteraksi dengan kita. Berger (1988 dalam
Redmond, 2015) mengungkapkan bahwa hubungan komunikasi merupakan sistem
informasi yang di dalamnya terjadi pertukaran informasi, yang mengharuskan
pelakunya mengurangi ketidakpastian agar komunikasi bisa tetap terjalin.
Redmond (2015) menjelaskan bahwa pada situasi yang tidak pasti,
individu tidak mengetahui apa yang diharapkan lingkungan dari dirinya, sehingga
seseorang bisa merasakan ketidaknyamanan bahkan kecemasan yang mendorongnya
mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan.
Dalam hal ini adanya informasi yang diterima oleh individu, dengan cepat
akan mengurangi ketidakpastian yang dirasakan. Upaya untuk mereduksi
ketidakpastian ini mungkin saja tidak terjadi dalam interaksi dengan orang
asing yang tidak ingin ditemui lagi. Namun URT adalah konsep yang menjelaskan
sisi lain dalam konteks komunikasi yang di dalamnya terdapat keinginan untuk
mengetahui informasi tentang pihak lain. Berger & Calabrese (1975 dalam
Redmond, 2015) memaknai ketidakpastian sebagai adanya sejumlah kemungkinan
alternatif prediksi atau penjelasan. Semakin banyak alternatif kemungkinan yang
tersedia, semakin tinggi pula tingkat ketidakpastiannya. Sehingga
ketidakpastian adalah kondisi dimana kita mencoba menggunakan berbagai kemungkinan
untuk menjelaskan atau memprediksi sesuatu.
Perbandingan
Teori Uncertainty Reduction Theory (URT) dan Need For Cognitive Closure
Need for cognitive
closure adalah variabel laten yang
dimanifestasikan dalam beberapa aspek yaitu : keinginan untuk memprediksi,
preferensi pada keteraturan dan struktur, ketidaknyamanan terhadap ambiguitas,
kepastian dan close-mindedness. Kruglanski & Webster (1994)
mendefinisikan need for closure sebagai hasrat untuk mencari jawaban
atas kebingungan dan ambiguitas sebuah situasi. Closure dimaknai sebagai
upaya untuk menghindari sesuatu yang tidak menyenangkan. Kruglanski (1989 dalam
Kruglanski & Webster, 1994) mengungkapkan bahwa need for closure ada
dalam sebuah kontinum bersama dengan need to avoid closure. Need to avoid
closure timbul apabila seseorang mempersepsikan bahwa closure justru
akan merugikan bagi dirinya dan kurangnya closure justru akan
menguntungkan baginya.
Tabel
Perbandingan URT dan Need For Cognitive Closure
No.
|
Persamaan URT dan Need For Cognitive Closure
|
|
1.
|
Keduanya
menjelaskan kecenderungan individu untuk mencari kepastian dalam setiap
situasi.
Dari segi konsep, URT menjelaskan bahwa individu ingin mereduksi
ketidakpastian sehingga bisa mendekati kepastian, begitu pula dengan need
for cognitive closure mencakup beberapa variabel yang salah satunya adalah
ketidakpastian yang mendorong orang mencari kepastian.
|
|
2.
|
Perilaku
yang muncul sebagai konsekuensi dari upaya mereduksi ketidakpastian (URT)
adalah pencarian informasi. Begitu pula dengan perilaku yang dimunculkan
karena adanya need for closure, adalah pencarian informasi.
|
|
3.
|
Dalam
kedua teori tersebut, ketidakpastian atau situasi yang ambigu diasumsikan
sebagai ketidaknyamanan yang akan mendorong seseorang berupaya mencari
kepastian.
|
|
Perbedaan URT dan Need For Cognitive Closure
|
||
No
|
URT
|
Need For Cognitive Closure
|
1.
|
Ketidakpastian
adalah faktor utama yang mendorong individu untuk mencari kepastian.
|
Dorongan
untuk mencari kepastian disebabkan oleh beberapa faktor : keinginan untuk
memprediksi, preferensi pada keteraturan dan struktur, ketidaknyamanan
terhadap ambiguitas, keyakinan, dan close-mindedness.
|
2.
|
Faktor
situasional (banyaknya alternatif kemungkinan) mempengaruhi seberapa ingin
seseorang mencari kepastian.
|
Need
for closure merupakan need
(kebutuhan) yang pasti ada dalam diri individu dan beragam kondisinya antara
satu orang dengan lainnya. Faktor situasional bisa berpengaruh, tetapi need
adalah sesuatu yang alamiah, tidak selalu memerlukan aspek
situasional untuk mempengaruhi tinggi rendahnya need for closure.
|
3.
|
Dalam
konteks komunikasi dua orang, URT berfokus pada penjelasan mengapa seseorang
memiliki keinginan mencari informasi tentang orang lain yang baru dikenalnya,
tanpa menjelaskan fenomena lain tentang ketiadaan keinginan mereduksi
ketidakpastian dalam komunikasi dua orang yang merasa tidak ingin tahu lebih
jauh terhadap orang yang baru dikenalnya. Dijelaskan bahwa semakin orang dianggap menarik, penting, dan akan
berpengaruh di masa depan, keinginan untuk mencari informasi akan semakin
tinggi dan apabila tidak, ia tidak akan berusaha mereduksi ketidakpastian.
|
Need
for closure ada dalam
sebuah kontinum bersama dengan need to avoid closure.
|
4.
|
URT
lebih mengarah pada teori yang menjelaskan perilaku (behavior) dalam
mencari informasi
|
Need
for closure adalah
variabel laten yang dimanifestasikan dalam perilaku mencari informasi
|
Referensi
Attrill, A. & Fullwood, C.
(2016). Applied cyberpsychology: practical application of cyberpsychological
theory and research. New York : Palgrave Macmillan.
Redmond, M.V. (2015). Uncertainty
reduction theory. English technical reports and white papers. 3, Iowa State
University.
Thurlow, C., Lengel, L., Tomic, A.
(2004). Computer Mediated Communication Social Interaction and the internet.
London : SAGE Publication.
Webster, D. M. & Kruglanski,
A.W. (1994). Individual differences in need for cognitive closure. Journal
of Personality and Social Psychology, Vol. 67, 6 (1049-1062).
0 comments:
Post a Comment