Saturday, 6 May 2017

Ada Apa di Balik Komunikasi Berbasis Komputer ?



Ilustrasi diambil dari https://artikel.pricearea.com/tag/dunia-maya/

Pesatnya laju perkembangan teknologi telah memberikan berbagai kemudahan bagi manusia, salah satunya dalam berkomunikasi. Semula komunikasi hanya terjadi dengan tatap muka secara langsung, atau secara tidak langsung (mengandalkan  surat), dengan waktu penyampaian pesan yang relatif lama. Sebaliknya, teknologi saat ini telah mampu memfasilitasi komunikasi tanpa perlu bertemu secara langsung tetapi tanpa waktu tunggu penyampaian pesan. Ini bisa terjadi dengan adanya Computer Mediated Communication (CMC). CMC meliputi segala komunikasi yang diperantarai oleh teknologi baik dengan perangkat komputer maupun berbagai jenis gadget, melalui media sosial dalam jaringan maupun fasilitas-fasilitas lain dalam dunia maya. Terdapat beberapa konsep yang berupaya menjelaskan berbagai fenomena dalam CMC, antara lain adalah sebagai berikut.




Social Identification and Deindividuation Model (SIDE)
Salah satu fenomena yang tampak dalam komunikasi yang terjadi di dunia maya adalah meningkatnya keleluasaan atau kebebasan seseorang untuk mengutarakan sesuatu. Seakan-akan mereka kehilangan tanggung jawab sebagai individu dan bisa berbuat apa saja di dunia maya. Ini dapat dijelaskan dengan Social Identification and Deindividuation model (SIDE). SIDE model dijelaskan oleh Russell Spears dan Martin Lea pada awal 1990. Menurut Thurlow, dkk. (2004) SIDE model mencoba menjelaskan adanya perpaduan efek identitas sosial dan anonimitas (atau deindividuasi) dalam CMC. SIDE model didasarkan pada gagasan yang menyatakan bahwa identitas seseorang, mencakup identitas individual (personal identity) dan identitas kelompok (social identity). Kadang-kadang identitas personal itu penting bagi kita tetapi pada waktu yang lain, kita lebih memilih untuk menjadi  sepeti orang lain sehingga kita memprioritaskan identitas kelompok.
Komunikasi yang terjadi dalam dunia maya, sering dianggap miskin informasi karena kehilangan petunjuk komunikasi yang umumnya terdapat dalam komunikasi face to face misalnya ekspresi wajah dan bahasa tubuh. Tetapi kenyataannya komunikasi dalam ruang maya bahkan bisa bersifat lebih personal dan mendalam daripada komunikasi langsung. Sehingga dalam perspektif SIDE model dinyatakan bahwa sebenarnya deindividuasi dan anonimitas tidak benar-benar mengarah pada hilangnya identitas, namun lebih kepada mendorong seseorang untuk beralih dari identitas individual ke identitas sosialnya (Spears, dkk., 2002 dalam Thurlow,dkk.,2004).
 Thurlow, dkk. (2004) menyebut bahwa dalam upaya mengidentifikasi diri dengan kelompok sosial tertentu, seseorang tidak memerlukan pengetahuan secara mendalam tentang sebuah kelompok untuk merasa terhubung atau terkait dengan kelompok tertentu dan merasakan keterikatan dengan mereka. Keputusan untuk beralih dari identitas personal ke identitas kelompok hanya bergantung pada apa yang disebut dengan minimal group phenomenon. Minimal group phenomenon berarti bahwa identitas sosial kita diaktivasi oleh keanggotaan kita dalam sebuah kelompok. Rasa keanggotaan lebih bergantung pada persepsi kita sendiri sebagai bagian dari suatu kelompok.
Hyperpersonal Communication
Konsep lain yang menjelaskan fenomena dalam CMC adalah  hyperpersonal communication yang diungkapkan oleh Joseph Walther (1996) yang menyatakan bahwa komunikasi dalam dunia maya bisa menjadi lebih dekat, lebih bersahabat atau lebih intim daripada komunikasi langsung atau face to face. Dengan kata lain, CMC justru mengarah pada kondisi yang lebih personal, melebihi level hubungan interpersonal yang dijalin dengan komunikasi langsung (Thurlow, dkk., 2004).
Hal tersebut terjadi karena komunikasi di dunia maya memberikan keuntungan berupa kesempatan melakukan manajemen kesan (impression management), yang mana individu bisa mempromosikan dirinya menjadi lebih ideal, sehingga kecenderungan seseorang untuk menampilkan dirinya secara berbeda dengan aslinya menjadi semakin tinggi (Attrill & Fullwood, 2016). 
Seseorang bisa memilih secara selektif informasi mana saja tentang dirinya yang ingin disampaikan dan mana yang tidak. CMC menyediakan informasi yang terbatas tanpa melibatkan atribut non verbal sehingga kesan terhadap seseorang hanya bisa diperoleh berdasarkan apa dan bagaima ia menulis sebuah uraian atau informasi. Selain itu dalam CMC pengirim pesan memiliki waktu untuk membaca ulang dan memutuskan bagaimana mereka akan menampilkan dirinya. Saat chatting misalnya, kedua pihak yang terlibat dalam percakapan memiliki cukup waktu untuk merefleksikan terlebih dahulu apa yang mereka tulis baru kemudian mengedit dan mengirimkannya apabila telah merasa bahwa yang dituliskan bagus dan akan mengesankan pihak kedua. Ini semakin meningkatkan lingkaran feedback  karena kedua pihak sama-sama menangkap umpan balik dan kesan positif (Walther, 1996 dalam Attrill & Fullwood, 2016).
Reduced Social Cues (RSC)
Dalam komunikasi langsung terdapat isyarat sosial yang bisa diamati dari pihak-pihak yang terlibat sebagai tambahan informasi. Isyarat sosial adalah salah satu diantara isyarat statis (misalnya gaya berpakaian dan gaya rambut) atau isyarat dinamis (misalnya ekspresi wajah dan gesture), dan seperangkat status tertentu, serta feedback suara seperti “Oo..” yang menunjukkan bahwa seseorang mendengarkan atau terlibat dalam sebuah pembicaraan. Sedangkan dalam komunikasi di ruang maya, isyarat-isyarat itu menjadi berkurang (tereduksi). Dampaknya, orang-orang yang berkomunikasi di ruang maya cenderung mengabaikan norma sosial, merasakan ketiadaan tekanan sosial yang mengharuskan individu bertindak sesuai aturan, sehingga  orang cenderung merasa lebih tidak terikat atau bebas (Thurlow, dkk., 2004).
Uncertainty Reduction Theory (URT)
Redmond (2015) menjelaskan bahwa dalam interaksi dengan orang asing atau baru kita cenderung ingin mengurangi ketidakpastian dan mencari kepastian. Pencarian kepastian ini muncul dalam perilaku mencari informasi tentang orang yang berinteraksi dengan kita. Adanya pengetahuan atau informasi  meningkatkan kemampuan kita untuk memprediksi siapa sebenarnya orang yang sedang berinteraksi dengan kita. Berger (1988 dalam Redmond, 2015) mengungkapkan bahwa hubungan komunikasi merupakan sistem informasi yang di dalamnya terjadi pertukaran informasi, yang mengharuskan pelakunya mengurangi ketidakpastian agar komunikasi bisa tetap terjalin.
Redmond (2015) menjelaskan bahwa pada situasi yang tidak pasti, individu tidak mengetahui apa yang diharapkan lingkungan dari dirinya, sehingga seseorang bisa merasakan ketidaknyamanan bahkan kecemasan yang mendorongnya mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan.  
Dalam hal ini adanya informasi yang diterima oleh individu, dengan cepat akan mengurangi ketidakpastian yang dirasakan. Upaya untuk mereduksi ketidakpastian ini mungkin saja tidak terjadi dalam interaksi dengan orang asing yang tidak ingin ditemui lagi. Namun URT adalah konsep yang menjelaskan sisi lain dalam konteks komunikasi yang di dalamnya terdapat keinginan untuk mengetahui informasi tentang pihak lain. Berger & Calabrese (1975 dalam Redmond, 2015) memaknai ketidakpastian sebagai adanya sejumlah kemungkinan alternatif prediksi atau penjelasan. Semakin banyak alternatif kemungkinan yang tersedia, semakin tinggi pula tingkat ketidakpastiannya. Sehingga ketidakpastian adalah kondisi dimana kita mencoba menggunakan berbagai kemungkinan untuk menjelaskan atau memprediksi sesuatu.
Perbandingan Teori Uncertainty Reduction Theory (URT)  dan Need For Cognitive Closure
Need for cognitive closure adalah variabel laten yang dimanifestasikan dalam beberapa aspek yaitu : keinginan untuk memprediksi, preferensi pada keteraturan dan struktur, ketidaknyamanan terhadap ambiguitas, kepastian dan close-mindedness. Kruglanski & Webster (1994) mendefinisikan need for closure sebagai hasrat untuk mencari jawaban atas kebingungan dan ambiguitas sebuah situasi. Closure dimaknai sebagai upaya untuk menghindari sesuatu yang tidak menyenangkan. Kruglanski (1989 dalam Kruglanski & Webster, 1994) mengungkapkan bahwa need for closure ada dalam sebuah kontinum bersama dengan need to avoid closure. Need to avoid closure timbul apabila seseorang mempersepsikan bahwa closure justru akan merugikan bagi dirinya dan kurangnya closure justru akan menguntungkan baginya.
Tabel Perbandingan URT dan Need For Cognitive Closure
No.
Persamaan URT dan Need For Cognitive Closure
1.       
Keduanya menjelaskan kecenderungan individu untuk mencari kepastian dalam setiap situasi.
Dari segi konsep, URT menjelaskan bahwa individu ingin mereduksi ketidakpastian sehingga bisa mendekati kepastian, begitu pula dengan need for cognitive closure mencakup beberapa variabel yang salah satunya adalah ketidakpastian yang mendorong orang mencari kepastian.
2.  
Perilaku yang muncul sebagai konsekuensi dari upaya mereduksi ketidakpastian (URT) adalah pencarian informasi. Begitu pula dengan perilaku yang dimunculkan karena adanya need for closure, adalah pencarian informasi.
3.  
Dalam kedua teori tersebut, ketidakpastian atau situasi yang ambigu diasumsikan sebagai ketidaknyamanan yang akan mendorong seseorang berupaya mencari kepastian.
Perbedaan URT dan Need For Cognitive Closure
No
URT
Need For Cognitive Closure
1.
Ketidakpastian adalah faktor utama yang mendorong individu untuk mencari kepastian.
Dorongan untuk mencari kepastian disebabkan oleh beberapa faktor : keinginan untuk memprediksi, preferensi pada keteraturan dan struktur, ketidaknyamanan terhadap ambiguitas, keyakinan, dan close-mindedness.

2.  
Faktor situasional (banyaknya alternatif kemungkinan) mempengaruhi seberapa ingin seseorang mencari kepastian.
Need for closure merupakan need (kebutuhan) yang pasti ada dalam diri individu dan beragam kondisinya antara satu orang dengan lainnya. Faktor situasional bisa berpengaruh, tetapi need adalah sesuatu yang alamiah, tidak selalu memerlukan aspek situasional untuk mempengaruhi tinggi rendahnya need for closure.
3.
Dalam konteks komunikasi dua orang, URT berfokus pada penjelasan mengapa seseorang memiliki keinginan mencari informasi tentang orang lain yang baru dikenalnya, tanpa menjelaskan fenomena lain tentang ketiadaan keinginan mereduksi ketidakpastian dalam komunikasi dua orang yang merasa tidak ingin tahu lebih jauh terhadap orang yang baru dikenalnya. Dijelaskan bahwa semakin orang  dianggap menarik, penting, dan akan berpengaruh di masa depan, keinginan untuk mencari informasi akan semakin tinggi dan apabila tidak, ia tidak akan berusaha mereduksi ketidakpastian.
Need for closure ada dalam sebuah kontinum bersama dengan need to avoid closure.
4.
URT lebih mengarah pada teori yang menjelaskan perilaku (behavior) dalam mencari informasi
Need for closure adalah variabel laten yang dimanifestasikan dalam perilaku mencari informasi

Referensi


Attrill, A. & Fullwood, C. (2016). Applied cyberpsychology: practical application of cyberpsychological theory and research. New York : Palgrave Macmillan.

Redmond, M.V. (2015). Uncertainty reduction theory. English technical reports and white papers. 3, Iowa State University.

Thurlow, C., Lengel, L., Tomic, A. (2004). Computer Mediated Communication Social Interaction and the internet. London : SAGE Publication.

Webster, D. M. & Kruglanski, A.W. (1994). Individual differences in need for cognitive closure. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 67, 6 (1049-1062).

0 comments:

Post a Comment