Sunday, 17 April 2016

Surat untuk Kekasihku


Teruntuk Kekasihku
di bumi 2016

Salam rindu,

Bagaimana kabarmu di sana kasihku ? Kuharap engkau masih mengingat jalinan cinta kita yang indah. Kasihku, mohon maafkanlah aku yang mempersyaratkan mesin waktu sebagai bukti cintamu padaku. Sungguh, aku menyesal. Kukira melihat masa depan akan menjadi pengalaman terindah, tetapi aku salah. Kupikir bumi di tahun 2055 akan jadi tempat yang penuh dengan fasilitas canggih, orang-orang hebat, rumah-rumah yang unik, hutan yang menghijau, bahkan manusia sudah mampu membuat taman di atas awan. Ya, aku berpikir begitu karena kita sebagai bagian dari orang-orang yang hidup di tahun 2016 sudah sama-sama merasakan dan merencanakan banyak langkah untuk menyelamatkan bumi yang kian memanas. Kukira usaha-usaha itu akan membuahkan hasil di tahun 2055, namun aku salah.

Sayang, izinkan aku menceritakan kepadamu sebentar saja. Apakah engkau masih mau meluangkan waktu untuk membaca suratku ? Baiklah, aku yakin bahwa engkau masih menjaga cinta dalam hatimu untukku. Karena itu  aku percaya engkau bersedia melanjutkan membaca surat ini. Sesampainya aku di tempat asing yang ternyata adalah masa depan bumi berumur 2055, aku melihat pemandangan ganjil. Pusat kota sepi, pertokoan dan pasar hanya dikunjungi oleh para lansia, jumlah anak-anak bisa dihitung dengan jari, sangat sedikit. Sedangkan orang dewasanya aku tak tahu mereka ke mana.

Namun seperti yang kau pahami sayang, aku selalu mengikuti naluri kengintahuanku. Setelah cukup lama aku berkeliling, berusaha mengetuk pintu dari rumah ke rumah, ada seorang nenek yang mau membukakan pintu. Dia tampak kaget melihatku. Awalnya kupikir itu karena penampilanku dari masa lalu berbeda dengannya. Aku terus berusaha meyakinkannya bahwa aku bukan orang jahat. Lalu dari pintu rumah yang telah terbuka itu aku melihat seorang kakek di dalam rumah sedang khusyu’ duduk sendiri sambil menatap layar telepon genggam. Tidak berapa lama sang nenek juga membuka teleponnya kemudian berpikir sejenak. Dia tampak mengetik sesuatu, kemudian menunggu balasan lalu  tampak memikirkan sesuatu lagi untuk ditulis. Lama aku memperhatikan kejadian itu. Secara berulang sepasang kakek dan nenek itu terus begitu. Barulah aku mengerti bahwa semua orang saat ini hanya bicara melalui telepon genggamnya. Mereka ketakutan jika bertemu langsung dengan manusia lainnya.

Nenek itu hanya berdiri mematung sambil tak lepas dari layar kaca telepon genggamnya. Aku merasa diabaikan dan memilih untuk pergi melanjutkan perjalanan. Tetapi ia menarik tanganku. Ia mempersilakan aku duduk di ruang tamunya yang berdebu. Ia menjelaskan kepadaku bahwa semua orang di bumi 2055 ini tidak bisa hidup tanpa telepon genggam. Semua aktivitas dan pekerjaan dilakukan melalui telepon genggam. Ruang tamunya berdebu karena sudah sangat lama anak, cucu dan tetangganya tidak pernah lagi bertamu ke rumahnya. Karena itu pula ia merasa tidak perlu membersihkan rumahnya. Dengan mata berkaca-kaca dia menceritakan bahwa hanya sesekali orang-orang yang dia sayangi itu menanyakan kabarnya, tentu saja hanya melalui sosial media. Tidak perlu waktu lama bagi sang nenek untuk hanyut dalam kesedihan dan rasa rindunya. Ia kembali sibuk dengan telepon genggamnya dan aku merasa lelah diabaikan olehnya. Meski begitu aku mencoba menguatkan diri sambil menahan rasa jengkel.

Aku terus berusaha melakukan pembicaraan sampai ia mau meletakkan telepon genggamnya dan melihat mataku. Aku segera menggunakan kesempatan itu untuk menumpahkan segala rasa penasaran yang berkecamuk dalam benakku. Nenek menjelaskan bahwa jumlah anak-anak di bumi 2055 semakin sedikit akibat tak banyak orang mau menikah. Bagaimana mau menikah jika mereka hanya berkomunikasi melalui dunia maya ? Entah bagaimana masa depan manusia yang semakin lama, semakin tipis pula kemampuannya untuk mencinta  sesama. Mereka perlahan lupa apa dan bagimana rasa dan makna cinta.

Itulah yang terjadi pada orang dewasa yang masih tersisa. Mereka terlalu sibuk dengan kegiatan yang mereka sebut dengan bekerja, belanja, dan melihat dunia, yaitu berjam-jam di depan layar telepon genggam. Sayangku, tanpa aku bertanya nenek itu juga menjelaskan mengapa ia tidak menyuguhkan minuman atau makanan ringan apa pun untukku sebagai tamu. Sedang berhemat, katanya. Persediaan makanan dan minuman semakin menipis. Hanya para lansia yang tinggal segelintir jumlahnya, yang masih mau menanam padi dan melakukan aktivitas jual beli. Sementara manusia lainnya lebih memilih tetap di depan layar kaca. Mereka bahkan tak peduli lagi dengan makan dan minum. Mati sia-sia adalah hal biasa. Sayangku, di tahun 2055 ini kematian bukan didominasi oleh penyakit mengerikan tetapi akibat kecanduan. Kecanduan games dan berbagai aplikasi maya lainnya yang memang sejak era kita sudah merebak di mana-mana. Rupanya inilah akibatnya, sayang. Semakin lama telepon genggam dan dunia maya yang disediakan di dalamnya semakin menggila.

Satu hal lagi yang bisa kusimpulkan dari peristiwa ini, telepon genggam telah membuat manusia kehilangan kemampuan merasa. Hanya sedikit emosi yang tersisa. Hari-hari yang sepi dan menyedihkan tetapi masih saja mereka sebut itu kebahagiaan. Padahal mereka hidup dalam kesendirian, kesepian, tanpa pertemuan. Mereka bukan lagi manusia-manusia yang peka.

Sayang, setelah aku puas dengan rasa penasaranku aku meninggalkan nenek yang kembali asyik dengan “dunianya”. Aku menyusuri jalan yang sepi sampai akhirnya terhenti di sebuah tempat yang sangat aneh. Di depanku ada gunungan telepon genggam, tinggi menjulang. Itu adalah tempat pembuangan akhir. Orang-orang di tahun 2055 bukan menumpuk sampah rumah tangga seperti kita, mereka justru menghasilkan sampah berupa telepon genggam. Semua ini membuatku makin nelangsa. Sayang, masih ingatkah engkau bahwa saat berangkat dengan mesin waktu aku berusia 20 tahun ? Artinya, nenek itu mungkin adalah aku di masa depan. Jika aku menua, tentu aku tak mau menjalani hari yang sepi seperti itu. Aku ingin ada waktu bercanda bersama keluarga, minum teh, menikmati ubi rebus, pisang dan mangga hasil panen.

Sayangku, kucukupkan itu saja suratku. Semoga aku masih bisa kembali ke tahun 2016, masa dimana seharusnya aku tinggal. Sungguh, jika aku masih bisa kembali ke masa itu akan kusampaikan lebih banyak hal lagi tentang kehidupan 2055. Namun sepertinya kecil kemungkinan aku bisa kembali. Mesin waktu yang kaubuat rusak dan aku tak tahu cara membenahinya. Sedangkan manusia di masa ini begitu sulit diajak bicara, apalagi untuk kumintai tolong. Meski begitu aku akan terus mencoba. Setidaknya jika aku tak pernah kembali, surat ini kuharap bisa menjadi pengingat bagi manusia lain di tahun 2016 agar mereka mengubah kebiasaannya. Kumohon sampaikan kepada semua orang bahwa mereka harus segera mematikan layar teleponnya dan menyalakan hidupnya. Mereka harus berhenti menghabiskan waktu di dunia maya dan hidup secara nyata. Hanya dengan cara itu bumi bisa terhindar dari masa yang hampa seperti yang sudah kulihat ini.

Melalui surat ini, kutitipkan segenap cinta dan permohonan maafku jika aku tak bisa kembali untukmu.

                                                                                               
                                                                                  Ttd
                                                                 Aku yang selalu mencintaimu

0 comments:

Post a Comment