Teruntuk Kekasihku
di bumi 2016
Salam rindu,
Bagaimana kabarmu di sana kasihku ? Kuharap engkau masih mengingat
jalinan cinta kita yang indah. Kasihku, mohon maafkanlah aku yang
mempersyaratkan mesin waktu sebagai bukti cintamu padaku. Sungguh, aku
menyesal. Kukira melihat masa depan akan menjadi pengalaman terindah, tetapi
aku salah. Kupikir bumi di tahun 2055 akan jadi tempat yang penuh dengan
fasilitas canggih, orang-orang hebat, rumah-rumah yang unik, hutan yang menghijau,
bahkan manusia sudah mampu membuat taman di atas awan. Ya, aku berpikir begitu
karena kita sebagai bagian dari orang-orang yang hidup di tahun 2016 sudah
sama-sama merasakan dan merencanakan banyak langkah untuk menyelamatkan bumi
yang kian memanas. Kukira usaha-usaha itu akan membuahkan hasil di tahun 2055,
namun aku salah.
Sayang, izinkan aku menceritakan kepadamu sebentar saja. Apakah
engkau masih mau meluangkan waktu untuk membaca suratku ? Baiklah, aku yakin
bahwa engkau masih menjaga cinta dalam hatimu untukku. Karena itu aku percaya engkau bersedia melanjutkan
membaca surat ini. Sesampainya aku di tempat asing yang ternyata adalah masa
depan bumi berumur 2055, aku melihat pemandangan ganjil. Pusat kota sepi,
pertokoan dan pasar hanya dikunjungi oleh para lansia, jumlah anak-anak bisa
dihitung dengan jari, sangat sedikit. Sedangkan orang dewasanya aku tak tahu
mereka ke mana.
Namun seperti yang kau pahami sayang, aku selalu mengikuti naluri
kengintahuanku. Setelah cukup lama aku berkeliling, berusaha mengetuk pintu
dari rumah ke rumah, ada seorang nenek yang mau membukakan pintu. Dia tampak
kaget melihatku. Awalnya kupikir itu karena penampilanku dari masa lalu berbeda
dengannya. Aku terus berusaha meyakinkannya bahwa aku bukan orang jahat. Lalu
dari pintu rumah yang telah terbuka itu aku melihat seorang kakek di dalam
rumah sedang khusyu’ duduk sendiri sambil menatap layar telepon genggam. Tidak
berapa lama sang nenek juga membuka teleponnya kemudian berpikir sejenak. Dia
tampak mengetik sesuatu, kemudian menunggu balasan lalu tampak memikirkan sesuatu lagi untuk ditulis. Lama
aku memperhatikan kejadian itu. Secara berulang sepasang kakek dan nenek itu terus
begitu. Barulah aku mengerti bahwa semua orang saat ini hanya bicara melalui telepon
genggamnya. Mereka ketakutan jika bertemu langsung dengan manusia lainnya.
Nenek itu hanya berdiri mematung sambil tak lepas dari layar kaca
telepon genggamnya. Aku merasa diabaikan dan memilih untuk pergi melanjutkan
perjalanan. Tetapi ia menarik tanganku. Ia mempersilakan aku duduk di ruang
tamunya yang berdebu. Ia menjelaskan kepadaku bahwa semua orang di bumi 2055
ini tidak bisa hidup tanpa telepon genggam. Semua aktivitas dan pekerjaan
dilakukan melalui telepon genggam. Ruang tamunya berdebu karena sudah sangat
lama anak, cucu dan tetangganya tidak pernah lagi bertamu ke rumahnya. Karena
itu pula ia merasa tidak perlu membersihkan rumahnya. Dengan mata berkaca-kaca
dia menceritakan bahwa hanya sesekali orang-orang yang dia sayangi itu
menanyakan kabarnya, tentu saja hanya melalui sosial media. Tidak perlu waktu
lama bagi sang nenek untuk hanyut dalam kesedihan dan rasa rindunya. Ia kembali
sibuk dengan telepon genggamnya dan aku merasa lelah diabaikan olehnya. Meski
begitu aku mencoba menguatkan diri sambil menahan rasa jengkel.
Aku terus berusaha melakukan pembicaraan sampai ia mau meletakkan
telepon genggamnya dan melihat mataku. Aku segera menggunakan kesempatan itu
untuk menumpahkan segala rasa penasaran yang berkecamuk dalam benakku. Nenek menjelaskan
bahwa jumlah anak-anak di bumi 2055 semakin sedikit akibat tak banyak orang mau
menikah. Bagaimana mau menikah jika mereka hanya berkomunikasi melalui dunia
maya ? Entah bagaimana masa depan manusia yang semakin lama, semakin tipis pula
kemampuannya untuk mencinta sesama. Mereka
perlahan lupa apa dan bagimana rasa dan makna cinta.
Itulah yang terjadi pada orang dewasa yang masih tersisa. Mereka
terlalu sibuk dengan kegiatan yang mereka sebut dengan bekerja, belanja, dan
melihat dunia, yaitu berjam-jam di depan layar telepon genggam. Sayangku, tanpa
aku bertanya nenek itu juga menjelaskan mengapa ia tidak menyuguhkan minuman
atau makanan ringan apa pun untukku sebagai tamu. Sedang berhemat, katanya. Persediaan
makanan dan minuman semakin menipis. Hanya para lansia yang tinggal segelintir
jumlahnya, yang masih mau menanam padi dan melakukan aktivitas jual beli.
Sementara manusia lainnya lebih memilih tetap di depan layar kaca. Mereka
bahkan tak peduli lagi dengan makan dan minum. Mati sia-sia adalah hal biasa.
Sayangku, di tahun 2055 ini kematian bukan didominasi oleh penyakit mengerikan
tetapi akibat kecanduan. Kecanduan games dan berbagai aplikasi maya
lainnya yang memang sejak era kita sudah merebak di mana-mana. Rupanya inilah
akibatnya, sayang. Semakin lama telepon genggam dan dunia maya yang disediakan
di dalamnya semakin menggila.
Satu hal lagi yang bisa kusimpulkan dari peristiwa ini, telepon
genggam telah membuat manusia kehilangan kemampuan merasa. Hanya sedikit emosi
yang tersisa. Hari-hari yang sepi dan menyedihkan tetapi masih saja mereka
sebut itu kebahagiaan. Padahal mereka hidup dalam kesendirian, kesepian, tanpa
pertemuan. Mereka bukan lagi manusia-manusia yang peka.
Sayang, setelah aku puas dengan rasa penasaranku aku meninggalkan
nenek yang kembali asyik dengan “dunianya”. Aku menyusuri jalan yang sepi
sampai akhirnya terhenti di sebuah tempat yang sangat aneh. Di depanku ada
gunungan telepon genggam, tinggi menjulang. Itu adalah tempat pembuangan akhir.
Orang-orang di tahun 2055 bukan menumpuk sampah rumah tangga seperti kita,
mereka justru menghasilkan sampah berupa telepon genggam. Semua ini membuatku
makin nelangsa. Sayang, masih ingatkah engkau bahwa saat berangkat dengan mesin
waktu aku berusia 20 tahun ? Artinya, nenek itu mungkin adalah aku di masa
depan. Jika aku menua, tentu aku tak mau menjalani hari yang sepi seperti itu.
Aku ingin ada waktu bercanda bersama keluarga, minum teh, menikmati ubi rebus,
pisang dan mangga hasil panen.
Sayangku, kucukupkan itu saja suratku. Semoga aku masih bisa
kembali ke tahun 2016, masa dimana seharusnya aku tinggal. Sungguh, jika aku
masih bisa kembali ke masa itu akan kusampaikan lebih banyak hal lagi tentang
kehidupan 2055. Namun sepertinya kecil kemungkinan aku bisa kembali. Mesin
waktu yang kaubuat rusak dan aku tak tahu cara membenahinya. Sedangkan manusia
di masa ini begitu sulit diajak bicara, apalagi untuk kumintai tolong. Meski
begitu aku akan terus mencoba. Setidaknya jika aku tak pernah kembali, surat
ini kuharap bisa menjadi pengingat bagi manusia lain di tahun 2016 agar mereka
mengubah kebiasaannya. Kumohon sampaikan kepada semua orang bahwa mereka harus
segera mematikan layar teleponnya dan menyalakan hidupnya. Mereka harus
berhenti menghabiskan waktu di dunia maya dan hidup secara nyata. Hanya dengan
cara itu bumi bisa terhindar dari masa yang hampa seperti yang sudah kulihat
ini.
Melalui surat ini, kutitipkan segenap cinta dan permohonan maafku
jika aku tak bisa kembali untukmu.
Ttd
Aku
yang selalu mencintaimu
0 comments:
Post a Comment