Jika aku angin maka semesta adalah rumah
Tempat singgah tanpa perlu berubah
Anganku angin nanti
Sayang, aku api panas sampai batas
Biar tuntas gemas, kacau dan risau
Aku lelah melelahkan tanah
Tempat rebah dan mengadu segala gundah
Malu mengadu kelu
Senja yang sesak, mega merah tak lagi indah
Basah pelupuk mata, tanpa banyak kata
Biarkan saja air mata merembes sesukanya
Menerawang jauh di samping jendela kereta
Angin lelah, angin payah
Berlatar deru roda yang entah di mana kemudinya
Letih badan, pikiran tak berarah
Merasa sengsara tapi sadar tak benar-benar nelangsa
Ini bukan pura-pura, hanya rumusan kata angin payah yang tak tahu bagaimana
Layaknya batu di dasar
Saatnya menerima begitu saja tekan dan beban
Hendak retak terbagi dua tapi tak rela
Yakini hidup sementara, angin coba kembali pada tugasnya
Meski langit kacau gemetar menghampar
Jika tahu akhirnya pasti henti segala usaha
Meski angin payah, jalani saja seperti titah tuannya
Monday, 26 October 2015
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment