Saturday, 9 January 2016

Bicaralah Sayang : Sebuah Refleksi bagi Pemikir, Pemendam, Peragu, Penakut dan Pemalu

Singkat cerita, manusia itu rumit, banyak maunya, bisa berubah begitu cepat tanpa terduga, kadang-kadang kurang peka, sering juga menjadikan kata khilaf  dan lupa sebagai pembenar tindakannya.

Kemudian sebagian diantara mereka menampilkan dirinya penuh percaya diri, pemberani, dan dengan bebas mampu mengungkapkan pemikiran dan isi hati. Sayang, sebagian lainnya justru merasa terlahir sebagai pemendam, peragu, penakut dan pemalu. Termasuk golongan manakah Anda ?

Nona A sempat menceritakan kepada saya kurang lebih seperti ini. “Aku sebel banget sama kelompokku. Mata kuliah ini kan berat, 5 sks gitu lho..kok bisa-bisanya mereka lepas tangan gitu aja. Porsi pembagian tugasnya nggak adil. Tapi aku bingung gimana ngomongnya. Takut bikin sakit hati. Sungkan ah..sama temen sendiri”.

Sementara itu nona B mengatakan, “Pengen deh, ngucapin selamat hari ibu. Iya, aku tau banget kalau ngomong sayang dan makasih itu aja bakal bikin ibuku seneng dan merasa dihargai. Tapi susah banget mulut ini buat ngomong sayang, malu rasanya…”.

Ada juga kisah nona C yang lagi sumpek banget, “Nggak tahan deh tinggal sekamar sama temen kos kayak dia. Hobinya suka nyimpen baju kotor di kamar, baunya ke mana-mana. Terus, dia juga kalau selesai makan nggak langsung dicuci, parahnya itu minjem sendok piringku. Sebel, aku lagi laper banget masih harus nyuci dulu, padahal siapa coba yang habis make…huh..bla..bla..bla.. TAPI, aku mau ngingetin juga bingung gimana caranya..ya akhirnya aku pilih diam dan pura-pura lupa dengan semua itu”.

Apakah Anda juga mengalami nasib serupa seperti nona-nona di atas ?

Pasti, ada di posisi demikian sungguh menjengkelkan. Di satu sisi kita ingin menjaga hubungan baik dengan orang lain. Tetapi di sisi yang lain ingin sekali rasanya mengutarakan isi pikiran dan hati kepada mereka secara merdeka. Untuk mengatasi persoalan ini, menjadi pribadi yang asertif adalah solusi utamanya. Ilmuwan psikologi menyebutkan bahwa asertif mencakup kemampuan untuk mengungkapkan secara langsung kebutuhan, keinginan dan pendapat tanpa menghukum, mengancam atau menjatuhkan orang lain (Galassi & Galassi, 1977). Ini berarti bahwa keberanian untuk mengutarakan adalah kunci segala gundah yang menghantui kita, orang-orang pemendam, peragu, penakut dan pemalu. Namun perlu juga Anda perhatikan bahwa asertif juga menekankan pernyataan ‘tanpa menghukum, mengancam atau menjatuhkan orang lain’, yang sederhananya juga berarti tanpa menyakiti atau merugikan orang lain. Itulah batasan dalam perilaku asertif.

Jika Anda salah melangkah, mungkin saja Anda justru menjadi agresif (menyakiti orang lain) bukan asertif. Orang yang asertif adalah dia yang mampu mengutarakan keinginan dan mempertahankan haknya dengan cara-cara yang tetap menghormati hak orang lain. Orang yang asertif juga mampu berkomunikasi dengan orang lain secara jelas dan tegas, menyampaikan pendapat dengan percaya diri, menghindari hal yang tidak perlu (contoh : berkata kotor, menyalahkan orang lain, bertele-tele dll.), serta mampu menggunakan bahasa non verbal (contoh : gerakan tangan dan kontak mata) yang bisa menarik orang lain untuk mendengarkannya (Hayes, 2002).

Lantas, bagaimana caranya menjadi asertif ?

Pertama, kumpulkan keberanian. Sadari bahwa segalanya tidak akan berubah jika segala rasa cinta maupun marah itu hanya kita simpan. Sahabat, teman, dan orang tua, sama sekali tidak bisa membaca pikiran kita. Jangan pernah berharap mereka untuk peka, jika kita memang tidak pernah berani menyampaikannya. Selain itu, bayangkan jika kita berada di posisi mereka, bukankah sebenarnya kita juga ingin diingatkan jika melakukan kesalahan, bukankah jika kita adalah seorang ibu, kata sayang dari anak adalah kado teristimewa yang sangat kita dambakan.

Kedua, renungkanlah. Pikirkan sejenak strategi untuk mengutarakan pikiran, perasaan dan pendapat terhadap orang lain itu. Kendalikan diri, bayangkan jika diri kita ada di posisi mereka, cara apa yang kita harapkan, kata-kata seperti apa yang akan kita dengar dan perhatikan.

Ketiga, cobalah… lakukanlah. Hanya dengan mencoba kita akan mengetahui betapa ajaibnya perilaku asertif ini.

Referensi

Galassi, M. D & Galassi J. P. (1977). Asert Your Self : How to be Your Own Person. New York : Human Science Press.

Hayes, John. (2002). Interpersonal Skills: Goal Directed Behavior at Work. New York : Routledge.

0 comments:

Post a Comment