Saturday 9 January 2016

Sosok Idaman : Paham Seni Mendengarkan

Tidak ada satu pun kemampuan yang tidak ada ilmunya. Bahkan kemampuan yang kelihatannya sepele, bisa jadi lebih menantang daripada mendaki gunung dan lebih rumit dari rumus-rumus kimia. Seperti ini contohnya.

Suatu hari di kantin.

A : “Lagi pingin curhat nih. Akhir-akhir ini lagi bener-bener males ngapa-ngapain. Aku galau gara-gara si dia nggak bisa dihubungi. Sekalinya ketemu malah menghindar. Terus, dia bilang aku berubah.”
B : “Terus..?”
A : “Ya aku nggak ngrasa berubah. Malah dia menurutku yang berubah

B : “Oo..terus, terus ?”
A : “Aku sih pengen ketemu, biar bisa jelasin semuanya”.
B : “Hmm..gitu, terus gimana ?”
A : (menoleh ke samping) “Haaa…! Kamu dari tadi ternyata mainan HP ! Padahal aku udah cerita panjang lebar juga, oh, pantes dari tadi kamu cuma jawab terus-terus aja. Huh,mulai sekarang persahabatan kita putus !”.

Jreng jreng jreng ….

Kisah tersebut hanya satu dari setumpuk pengalaman tidak menyenangkan saat seseorang sedang sangat ingin didengarkan tetapi tidak mendapat respon sebagaimana diharapkan. Itulah bukti betapa setiap orang butuh didengarkan. Karena itulah kita perlu berupaya memahami seni mendengarkan.

Kasus lain yang biasa terjadi dalam dunia mendengarkan-didengarkan adalah saat kita sekuat tenaga berpikir untuk merespon pernyataan-pernyataan yang diungkapkan oleh lawan bicara. Ketika lawan bicara sedang menumpahkan segala pemikirannya, di saat yang sama kita berpikir keras “Setelah ini aku harus berkata apa ?”, “Aduh, masalah seperti itu, bagusnya aku menyarankan bagaimana ?”, “Setelah ini aku nanya apa lagi ya..”. Sering hal-hal seperti ini kurang kita sadari. Padahal bisa jadi orang tersebut hanya sedang butuh teman cerita. Dia bukan sedang mencari solusi, sekedar perlu teman ngobrol untuk meringankan bebannya dan menguatkan dirinya untuk menjalani solusi yang sebetulnya telah ia miliki.

Untuk itu, satu hal yang perlu kita lakukan hanyalah berusaha menjadi pendengar idaman. Sosok yang dipercaya dan orang yang dianggap berjasa membantu mereka lepas dari jerat permasalahan, padahal yang kita lakukan tidak lebih dari mendengarkan !

Tidak mudah untuk mencapainya, tetapi tidak ada salahnya jika Anda berusaha untuk menerapkan active listening (mendengarkan secara aktif). Berikut adalah beberapa langkah dalam active listening menurut John Hayes (2002).

Pertama, bantulah orang lain untuk menceritakan persoalannya sebaik yang ia bisa. Buatlah pertanyaan yang sifatnya menggali persoalan sehingga orang yang sedang bercerita itu mampu menyampaikan kisahnya secara mendalam.

Kedua, tunjukkan bahasa tubuh yang bersahabat, jarak yang tepat. Tunjukkan bahwa Anda ada dan siap mendengarkannya.

Ketiga, fokuslah pada isi pesan yang disampaikan (bukan hanya kata-kata) kepada Anda. Jangan biarkan diri Anda terlebih dahulu sibuk memikirkan respon selanjutnya. Biarkan orang tersebut bercerita dan sediakanlah diri Anda untuk memahaminya.

Keempat, oragnisirlah informasi yang Anda terima. Ini akan memudahkan Anda memahami persoalan meskipun si pembicara bertutur dengan kalimat yang berantakan.

Kelima, berilah perhatian yang tidak berlebihan.

Keenam, posisikan diri Anda seobyektif mungkin. Jangan biarkan diri Anda ikut terbawa perasaan.

Ketujuh, sangat dianjurkan bagi Anda untuk berempati. Empati dalam hal ini diartkan sebagai kemampuan untuk memahami suatu persoalan dalam kaca mata orang yang berbicara.

Selamat mencoba

Referensi

Hayes, John. (2002). Interpersonal Skills: Goal Directed Behavior at Work. New York : Routledge.

0 comments:

Post a Comment